Rabu, 17 Juli 2013

Cerita Pagi; Abraham yang "Kejam"


Tiba-tiba saja penyidik KPK mendatangi pikiran saya, pagi ini. Katanya, di rekening saya ada transaksi mencurigakan. Memang hanya Rp1,3 juta. Tapi itu dari seseorang yang terlibat kasus suap impor daging. Celaka 13.

Saya bingung. Saya berpikir keras. Apa yang harus saya lakukan kini? Berita di tivi pasti sudah sangat ramai. Apalagi saya masuk dalam kelompok wanita-wanita cantik yang teciprat "nikmatnya daging". Yang menarik media tentu saja karena saya pria. Kenapa saya bisa ikut teciprat?

Keluarga saya malu. Kami semua malu. Tak ada yang bisa saya lakukan. Saya kenal ketua KPK, Abraham Samad. Namun hukum tak kenal kata pertemanan, keluarga, atau hubungan apapun. Kalau salah, silakan masuk bui. Dan berdoalah dapat sel eksekutif.

Bukan itu saja, saya juga malu pada Abraham. Dulu kami sering berkomunikasi soal koruptor, mafia hukum dan kebejatan lain soal penyalahgunaan. Dia sangat "kejam". Tanpa kompromi. Rasa takutnya tak ada saat mengeritik, menuntut bahkan menghujat para pelaku kejahatan. Itu ketika ia belum jadi bos KPK.

Pada satu sore setelah ia dipilih jadi ketua KPK, kami bertemu lagi dalam sebuah diskusi. Lalu bertanyalah saya. Awalnya saya mengingatkan soal bagaimana kami berkomunikasi dulu. Saya puji dia sebagai seorang tokoh, pejuang atau penggiat antikorupsi yang tanpa kompromi dan rasa takut.

"Kira-kira Kak Abraham setelah di KPK masih akan kejam kah?"
Begitu inti pertanyaan saya pada diskusi live di Fajar FM Makassar itu.

Abraham seorang doktor dan pengacara, dia pasti tahu bahwa saya sebenarnya hanya menantangnya. Sebab saya ingin dia bertahan dengan idealisme tanpa komprominya. Saya mau ia melanjutkan sikap terpuji dan berani Baharuddin Lopa dan Jenderal M Jusuf yang tak pernah surut pada kebenaran.

Intinya saya mau Abraham tak menambah cerita buruk kampung kami yang seolah tak pernah lelah perang kelompok. Jadi, suka atau tidak suka ekspektasi saya, dia harus tetap kejam pada koruptor.

Dan kini, saya di posisi sulit. Itu tadi, kata penyidik KPK saya kena kasus daging juga. Saya langsung membayangkan kira-kira kalimat apa yang akan diucapkan Abraham ketika tahu saya ada di pusaran pencucian uang.

Mungkin saya akan mendengar kalimat ini, "Amir, kau ingat pertanyaanmu dulu saat saya baru terpilih jadi ketua KPK dan banyak yang meragukan kapasitas saya!? Sesuai janji saya, saya tetap akan kejam. Dan kau akan lebih tahu itu kini."

Waduh, hancur dan mampus lah saya.

Tapi masih untung sebab bukan saya saja yang telah "salah" menantang Abraham. Posisi saya kini sesulit politikus nakal yang korup. Nasib kami sama. Saya menantang Abraham untuk tetap kejam pada koruptor sementara politikus di DPR memilihnya untuk memberantas korupsi.

Ya, Dua Desember 2011 lalu, Abraham Samad dan pimpinan KPK lainnya terpilih lewat pemungutan suara di Komisi III DPR yang diisi beragam partai. Di sesi pemilihan Ketua KPK, Abraham mendapat suara mayoritas. Sebelum memastikan memilih Abraham, seluruh politikus pasti melakukan lobi di partai.

Seperti dikutip media, usai penghitungan suara, Ketua Komisi III DPR, Benny Harman, bertanya,
"Apakah Bapak dan Ibu anggota Komisi III menyetujui terpilihnya Doktor Abraham Samad sebagai ketua baru KPK?"

Anggota Komisi III menjawab setuju dengan disertai tepuk tangan riuh rendah. Mereka seperti sangat bergembira dengan terpilihnya Abraham yang oleh banyak kalangan, mengejutkan.

Belakangan, setelah tepuk tangan riuh itu, satu persatu politikus korup dijaring KPK. Kira-kira, apa yang di pikiran politikus korup itu pagi ini? Menyesalkah telah memilih atau partainya bersepakat Abraham jadi ketua KPK? Saya pribadi tidak percaya mereka menyesal.

Barru, 1 Juni 2013
(Awal Juni, awal bagus untuk instrospeksi diri)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Terima kasih atas kunjungan dan kritikan Anda di blog dan tulisan saya