Minggu, 12 Juli 2009

Makassar Kota Yang Panas

(Catatan Bidang Kriminal Menjelang Matahari 2009 Muncul)

SEORANG teman dari Jakarta yang saya temui di Yogyakarta beberapa pekan lalu dalam suatu acara pelatihan jurnalistik, bertanya tentang tingkat kriminalitas dan aksi demonstrasi di Makassar. Nadapertanyaannya terkesan "melecehkan" kota ini. "Kok setiap hari ada saja kejadian kriminal di Makassar. Mahasiswa juga, kok sedikit-sedikit bentrok." Begitu kira-kira pertanyaannya ke saya.


Sabtu, 27 Juni 2009

Tolotang, Hindu Karena Pemerintah

Di Kelurahan Amparita lama, Kecamatan Tellu Limpoe, Kabupaten Sidenreng Rappang, sebuah komunitas bernama Towani Tolotang, bermukim sejak ratusan tahun lalu. Komunitas ini, terjaga secara turun-temurun dan terus berkembang hingga sekarang ini.

KARENA SAYA LELAKI BUGIS

Banyak teman bertanya mengenai suku-ku
Saya menjawabnya dengan tegas, "Bugis."
Mereka pun bertanya lagi, "Kenapa saya harus menjadi seorang

lelaki bugis."
Jawaban saya sederhana saja.

Perginya Sang Kapten Timnas

DUNIA sepak bola Makassar dan Indonesia, Minggu, 9 Maret 2008 kira-kira pukul 09.15 WIB, berduka. Nus Pattinasarani, sang legenda sepak bola, meninggal dunia di Rumah Sakit Omni Medical Center di Jl Pulomas Barat VI No 20 Jakarta Timur. Nus awalnya dilarikan ke RS
yang dahulu bernama RS Ongkomulyo Medical Center itu pada pukul 05.30 WIB dengan ambulans. Namun sayang, nyawanya tak tertolong.

Mereka Orang-orang Tangguh

MINGGU, 6 Januari 2008, siang itu, gerimis turun menyambung hujan seharian. Tak ayal, pemandangan di kaki bukit Gunung Bulusaraung, tepatnya di Desa Bantimurung, Kecamatan Tondong Tallasa, Pangkep, terlihat sunyi dan gelap tertutup kabut. Meski demikian, kabut itu tetap saja tak bisa menutupi keindahan kampung yang seolah mati karena sepinya suasanasaat itu. Kehidupan yang sangat alami.

Mereka Terlalu Memaksakan "Final Ideal"

*Catatan dari Drama di Balik Drama Saat Chelsea Tersingkir di Semifinal Liga Chmapions 2009

PERTANDINGAN Chlesea versus Barcelona masih menyisakan beberapa detik lagi. Saat itu, Barca berhasil melesatkan gol di masa injury time lewat tendangan keras kaki kanan Andreas Iniesta. Dari tribun penonton, kamera TV menangkap sosok anak laki-laki usia belasan tahun. Sesekali wajahnya menengadah ke papan skor stadion Stamford Bridge, lalu mengarah ke tengah lapangan. Air matanya perlahan mengalir. Anak tersebut berusaha menggigit bibirnya agar air matanya tak terus tumpah. Namun ia tak tahan. Dia menangis sesunggukan sebelum akhirnya dipeluk ayahnya.

Ramalan Mualaf, SBY-JK, dan Bencana di Indonesia

SAYA bertugas di Radar Sulbar (grup Fajar/Jawa Pos) ketika bertemu pria itu. Saat itu. tahun 2004, suatu malam, berselang beberapa jam setelah pemilihan presiden yang akhirnya memenangkan pasangan SBY-JK. Nama pria itu saya lupa. Tapi saya tidak pernah lupa bagaimana sosok dia, dan tentu saja siapa dia sebenarnya. Apalagi, saya memang sempat ikut cukup lama dalam perbincangan politik "kampung" yang malam itu dilakukan di rumah tante saya di Majene yang juga kebetulan baru terpilih sebagai anggota dewan di DPRD Majene.

SEBUAH BAHAN PERENUNGAN BAGI CALON ORANGTUA

(khusus saudara sebangsa dan setanah air yang belum menikah)

Anda umur berapa sekarang?
Saya sengaja memulai dengan pertanyaan ini. Kalau tak senang dengan pertanyaan ini, berarti Anda tidak pede dengan usia Anda. Bisa jadi Anda merasa sudah tua, atau bisa jadi juga ada alasan lain. Yang pasti kalau pertanyaan tersebut mengganggu, silakan setop sampai di sini saja.
Ok...yang lanjut berarti kita sepakat bahwa tidak ada sakit hati, tidak ada buruk sangka, dan tidak ada dendam antara kita setelah Anda merampungkan membaca catatan ini.

Tadi Subuh tak Ketemu Tuhan

Tadi subuh saya terlelap Tuhan
Tadi subuh saya tak menyapaMU Tuhan
Tadi subuh saya tak menyembahMU Tuhan
Tadi subuh saya tak ketemu ENGKAU Tuhan

Saya Kok Ragu dengan Jawabanmu TUHAN?

ASSALAMU ALAIKUM TUHAN. Sabtu, 18 April 2009, tepat pukul 22.30 wita, saya mulai membaca
perbincangan TUHAN dengan aku. Ada 21 pertanyaan aku kepada TUHAN dan TUHAN memberi jawaban dengan jumlah sama ke aku. Baru membaca pertanyaan pertama, dan jawaban
pertama saya sudah takjub. Begitu luar biasanya ALLAH SWT. Pertanyaan yang aku lontarkan dan dijawab TUHAN begitu menarik dan luar biasa. Namun setelah membaca tuntas hingga ke pertanyaan 21, kok saya mulai ragu. Saya ragu akan jawaban-jawabanmu TUHAN ke aku.

Saya Pun Awalnya tak Percaya

*Catatan Ibu Hamil (Dg Basse) Meninggal Kelaparan di Makassar 2008 Silam


SAYA memulai merangkai kalimat untuk tulisan ini tepat pukul 23.20 wita (berdasarkan jam di redaksi kantor di mana saya bekerja, Harian Fajar), Jumat, 22 Mei malam. Entah kenapa, saya kok tiba-tiba tertarik untuk duduk berlama-lama lagi di depan komputer. Mencoba menahan perih mata-mungkin akibat pantulan cahaya layar komputer-untuk sebuah tulisan yang bisa jadi akan dicemooh. Bisa jadi akan dicap hanya apologi. Atau berbagai komentar negatif lainnya.

Selasa, 26 Mei 2009

PDAM-ku Sayang, PDAM-ku Malang

MINGGU, 26 April, sekira pukul 15.00 wita, suasana Jl Abdullah Dg Sirua tampak sepi. Tak jauh dari pertigaan Jl Inspeksi PAM, di sebuah lorong buntu, seorang satpam terlihat duduk di balai-balai di bawah sebuah pohon mangga. Di depannya sebuah pergantian tugas security sedang ia periksa.

Di Ujung Jarum, Satu Generasi Itu Hilang

"Bos, minta api mu," ucap Ib saat bermaksud membakar rokok seraya menjulurkan tangannya. "Korek saja, jangan sampai tertular ko teman," sambung Ib, suatu malam di penghujung 2008, saat Fajar menemuinya.

AMIRUDDIN, Makassar

Rabu, 04 Februari 2009

Janda Beranak Tiga dan Korupsi KPU

KAMIS, 15 Januari 2009, dua pria itu baru saja masuk ke halaman kantor KPU Kota Makassar. Setelah memarkir motor yang mereka pakai berboncengan, satu di antaranya duduk di samping saya.

"Yang tadi itu, sekretaris KPU, ya?" Saya mencoba menanyakan ke salah satu staf KPU, siapa pegawai yang baru tiba dan langsung masuk ke kantor KPU di Jl Anggrek, Makassar.

Kospin, Derita Berkepanjangan, dan Seekor Kucing

Saya tak bisa lagi mengingat tanggal dan bulan pasti pertama kali saya melihatnya di Jl Perintis Kemerdekaan tepat di samping swalayan Alfa yang kini sudah menjadi Carrefour. Yang saya jamin tidak salah, adalah bahwa kala itu, tahun 2004. Persis setahun setelah saya menyelesaikan kuliah di Fakultas Sastra Unhas. Meraih gelar sarjana yang sama sekali tak bermutu.

Sebelas Bulan di Antara Pujian dan Kritikan

TEPAT 4 Maret 2008, Kapolda Sulselbar, Irjen Polisi, Sisno Adiwinoto menjejakkan kakinya di Sulselbar selaku Kapolda yang baru menggantikan Irjen Pol Aryanto Boedihardjo. Harapan-harapan terhadap penegakan supremasi hukum di wilayah yang dipimpinnya pun mengemuka.

Rabu, 28 Januari 2009




DALAM SATU MOMEN








Tips Mewawancara
1. Pelajari segala sesuatu sebisa mungkin mengenai nara sumber yang akan diwawancarai sebelum menghubunginya.
2. Teliti pandangan atau pemikiran pribadinya. Kira-kira apa yang memotivasi dia?
3. Ketahuilah ranjau-ranjau yang harus dihindari. Apa yang kira-kira membuatnya kurang semangat atau tidak bersemangat?
4. Hindari meminta waktu wawancara melalui perantara. Kebanyakan akan gagal. Sebaliknya, langsung atau mintalah perantaranya agar menyampaikan kepada yang akan diwawancara untuk menelpon Anda, sehingga Anda bisa menjelaskan secara rinci apa yang akan ditanyakan).
5. Ketika Anda mewawancara melalui telpon, pertama ucapkan, "Halo, saya _____ dari ______ (media). Apakah Anda punya waktu sebentar?" Sapaan sopan seperti ini akan sangat membantu untuk melancarkan wawancara daripada tidak sama sekali).
6. Jangan bertanya atau meminta sesuatu sampai menghilangkan segala ketakutan atau kekhawatiran yang ada (pada nara sumber).
7. Sebaiknya, tawarkan sesuatu. “Saya ingin menyampaikan apa yang sudah saya pelajari."
8. Bersiaplah selalu untuk wawancara mendadak. Jika Anda memberikan nara sumber waktu berpikir, ia mungkin berubah pikiran atau mungkin membahasnya tapi tidak untuk wawancara.
9. Jangan menjadi penghakim. Perlakukan dia seakan-akan teman yang Anda pedulikan.
10. Jangan salah menunjukkan jati diri atau memberikan janji yang tidak bisa Anda penuhi.
11. Janganlah tidak jujur. Kecuali Anda memang pembohong besar, Anda tidak akan bisa lari dari hal itu. Jika Anda seorang pembohonb pandai, lebih baik ganti pekerjaan.
12. Jangan takut untuk nampak bodoh. Seorang jurnalis yang baik tidak harus mengetahui segalanya – dia hanya harus tahu bagaimana belajar. Belajar terus.
13. Pandangnya matanya dan tunjukkan Anda tertarik pada yang dia sampaikan
14. Untuk mendapatkan kutipan yang sempurna dan sound bites, jangan bertanya apa pun. Sebaliknya, membuat permintaan yang memberikan hasil pemikiran yang utuh. “Ceritakan pada saya mengenai pendidikan Anda…” “Bawa saya kembali lima menit sebelum peristiwa itu, gambarkan situasinya dan tujukkanlah pada saya.”.
15. Hindari mengatakan kata-kata siapa, apa, bilamana, di mana, mengapa dan bagaimana. Seringkali kata-kata itu menghasilkan jawaban-jawaban yang sempit atau bukan sebuah kalimat yang utuh. “Mengapa Anda melakukannya?” “Karena saya marah.” Lebih baik: “Ceritakan kepada saya alasan Anda melakukan itu.” “Ayah saya adalah penangkap bronco (kuda kecil liar) di selatan Snake River. Ia menginginkan saya mengikuti jejaknya”.
16. Jangan mengajukan pertanyaan ya/tidak atau pertanyaan dengan pilihan ganda.
17. Ketika nara sumber selesai berbicara, berdiamlah paling tidak 30 detik. Jeda senyap itu, membuat nara sumber merasa perlu mengisi kesenyapan itu. Kutipan terbaik Anda akan muncul dari keadaan itu – bukan dari pertanyaan Anda)
18. Dengarkan semua kata yang dikatakan nara sumber. Jangan khawatir mengenai pertanyaan lanjutan –jika Anda mendengarkan dengan tekun, pertanyaan itu akan datang sendiri pada Anda.
19. Jika Anda tidak bisa memikiran pertanyaan lanjutnya, ucapkan saja, “Hmmm. Menarik. Ceritakan lebih jauh lagi.”
20. Jangan menuliskan pertanyaan-pertanyaan dahulu. Jika harus, lebih baik menuliskan topik-topik atau kata kunci pada kartu ukuran 3 x 5)
21. Jangan menyela
22. Gunakan bahasa tubuh untuk menunjukkan umpan balik positif atau saat menyampaikan pertanyaan
23. Tanyakan pada nara sumber mengenai persepsinya sebelum sesuatu terjadi.
24. Tanyakan pada nara sumber mengenai perasaannya pada saat itu terjadi.
25. Tanya pada nara sumber mengenai sejauh mana hal-hal yang mereka yakini pada waktu itu. Sekarang?.
26. Selalu ada persediaan tape untuk menangkap Pengakuan di Pintu Depan. Hal itu selalu terjadi di depan beranda saat Anda pamit. Antispasi hal itu dan siapkan rekaman/kamera siap bekerja.
27. Selalu bertanya pada nara sumber siapa lagi yang bisa menjelaskan kepada Anda lebih banyak lagi.
28. Ketika mungkin, sampaikan pada nara sumber mereka telah bekerja dengan baik. Hal itu bisa membantu kerja sama di masa mendatang.
29. Apabila bisa, telpon mereka dan berterima kasih.
30. Biarkan nara sumber tahu kapan hasil wawancara itu akan diterbitkan atau disiarkan.

Bacaan Jurnalistik Investigasi

Metoda Mendapatkan Informasi
A. Observasi langsung: kitalah saksi matanya
B. Dokumen: sumber tertulis mengungkapkan atau menjelaskan
C. Wawancara: orang-orang menceritakan apa yang terjadi

A. Observasi langsung
-Observasi langsung adalah salah satu cara teknik paling powerful yang dimiliki jurnalis
-Deskripsi adalah elemen penting dari cerita
-Misalnya, deskripsi mengenai anak-anak yang kelaparan, gedung yang roboh, atau pasar yang sepi setelah direnovasi
-Kadang deskripsi lebih penting daripada pernyataan resmi

Kelebihan observasi langsung:
-Dengan observasi langsung, reporter tidak tergantung pada sumber kedua
-Observasi langsung bisa dimanfaatkan untuk memverifikasi atau menekankan informasi lainnya
-Membuat tulisan menjadi lebih hidup
-Observasi langsung tidak bisa dibantah atau ditutuptutupi

B. Mencari dokumen

(1) Primary source documents. Dokumen sumber pertama atau utama memberikan bukti-bukti yang terbaik dan paling bisa diandalkan misalnya:
-Dokumen resmi perusahaan, termasuk laporan keuangan tahunan
-Laporan perusahaan publik
*Laporan tahunan perusahaan
*Brosur-brosur public relation perusahaan
*Catatan kesehatan
*Catatan kepolisian atau pengadilan
*Catatan personal, seperti surat, ID, akte kelahiran atau kematian

Beberapa hal yang perlu diperhatikan:
-Sering dokumen saja tidak cukup. Jurnalis yang tidak paham mengenai laporan keuangan membutuhkan ahli keuangan untuk menginterpretasikan dokumen itu
-Kadang datanya sudah lama dan harus diperbaharui dengan meminta versi terbaru
-Laporan keuangan dan laporan perusahaan lainnya bernilai untuk riset dan wawancara lanjutan
-Ketika seseorang datang kepada Anda meminta nasihat, kemungkinan besar ia ingin ada informasi yang dikeluarkan

(2) Secondary sources. Sumber kedua ini bukanlah sumber orisinal, misalnya:
-Surat kabar, buku, majalah, terbitan berkala.
-Sumber kedua ini perlu diverifikasi dengan liputan lanjutan
-Pertama kali reporter harus memeriksa kliping dari medianya tentang pokok bahasan yang diinvestigasi

(3) Advance database analysis
-Misalnya data catatan kesehatan tetapi tanpa nama pasien. Dokumen ini perlu dianalisis berapa banyak perempuan yang melahirkan normal dan operasi Caesarien. Terbukti, misalnya, perempuan dengan asuransi lebih banyak yang melahirkan melalui bedah Caesarien daripada perempuan tanpa tanggungan asuransi

C. Teknik wawancara
-Biasanya wawancara one-on-one, bukan di jumpa pers atau bersama jurnalis lainnya
-Ingat, misi wawancara bagi reporter yang ingin membuat laporan mendalam berbeda dengan misi wawancara reporter yang ingin membuat berita untuk terbit besok hari
-Tujuannya adalah mendapatkan bahan yang menjelaskan satu keadaan, mengungkapkan hal baru atau menyusun narasi
-Confrontation interview: memverifikasi dan mengonfirmasi
-Tips untuk confrontation interview:

*Sebelum mulai, putuskan apa yang ingin Anda dapatkan melalui wawancara itu.
*Buatlah daftarnya lebih dulu, beberapa pertanyaan sulit, dan coba tanyakan ke teman Anda sebagai latihannya
*Mengatur wawancara. Kadang perlu menyampaikan sedikit tujuan Anda mewawancara nara sumber asal tidak terlalu banyak informasi yang Anda sampaikan. Kalimat ini akan membantu: “Saya sedang membuat riset tentang topik ini.” Atau: “Saya sedang menuliskan sebuah laporan, tetapi tidak lengkap jika tanpa memasukkan informasi dan pandangan dari Anda. Saya rasa saya perlu mewawancarai Anda.”
*Jangan berasumsi (ASS – U – ME). Manfaatkan peluang wawancara ini untuk memeriksa bahan-bahan dari sumber kedua.
*Tanyakan pertanyaan Anda berulang-ulang untuk mendapatkan jawaban atau kembali ke subyek wawancara
*Anda butuh respon penuh, jawaban pertanyaan dan juga detail spesifik
*Kadang pertanyaan sederhana seperti “Apa yang terjadi?” membawa Anda pada sesuatu yang berharga
*Jangan menghakimi respon bagus atau buruk, catat saja dan tanya untuk mendapatkan uraian rinci. Semakin banyak ia bicara (bukan Anda yang lebih banyak bicara) akan lebih baik
*Pastikan Anda memahami semangat dari respon itu dan juga kata-kata tertentu. Tujuan Anda adalah mendapatkan penjelasan yang jernih. Tanyakan lagi kata- kata yang tidak Anda pahami artinya
*Akhiri wawancara dengan membuka kesempatan untuk wawancara selanjutnya. “Apakah saya bisa ketemu dan wawancara lagi untuk memastikan kalau ada informasi yang tidak saya pahami?”
*Balik lagi dan lagi jika perlu.

(Disusun oleh Harry Surjadi)
(Sumber: Fleeson, L.S. 2000. Dig Deep Aim High: A Training Model for Teaching Investigative Reporting. Washington D.C.: International Center for Journalists)

Menulis deskriptif

Deskripsi adalah satu teknik menulis menggunakan detail dengan tujuan membuat pembaca seakan-akan berada di tempat kejadian, ikut merasakan, mengalami, melihat dan mendengar mengenai satu peristiwa atau adegan. Menulis deskripsi bisa membuat karakter yang digambarkan lebih hidup gambarannya di benak pembaca.

Prinsip. Ada tiga prinsip dalam menulis deskriptif:
1.Dalam penulisan deskripsi ada satu clear dominant impression (kesan dominan yang jelas). Misalnya kalau kita ingin menjelaskan mengenai seekor anjing, penting kita memilih dan memberi tahu pembaca apakah anjing itu mengancam atau binatang yang jinak menyenangkan. Kita harus memilih satu kesan dominan itu, tidak bisa dua-duanya. Kesan dominan ini akan memandu kita memilih detail dan ketika disusun dalam
kalimat akan menjadi jernih bagi pembaca.
2. Penulisan deskrispi bisa obyektif atau subyektif, memberikan penulis pilihan kata, warna kata, dan suasana yang cukup luas. Misalnya, deskripsi obyektif seekor penyu akan menyebutkan fakta tinggi, berat, warna, dan lainnya. Deskripsi subyektif
tetap membutuhkan rincian obyektif itu tetapi juga menekankan perasaan penulis terhadap penyu itu, dan juga kebiasaan dan personalitinya, seperti penyu tidak bisa bersuara, selalu berada di air (laut), tidak bisa melawan ketika di daratan, kondisi kesakitan.
3. Tujuan dari penulisan deskripsi adalah melibatkan pembaca sehingga ia bisa membayangkan sesuatu yang kita deskripsikan. Karena itu penting menggunakan detail yang spesifik dan konkret.

Aturan:
1) Penulisan deskripsi bergantung pada detail konkret yang ditangkap oleh panca indra. Ingat kita memiliki lima panca indra.
2) Penulis harus hati-hati memilih detail untuk mendukung kesan utama yang dipilih. Atau dengan kata lain, penulis memiliki wewenang untuk menyingkirkan detail yang tidak sesuai dengan kesan utama.
3) Deskripsi sangat sering bergantung pada emosi yang ingin ditunjukkan. Karena itu kata kerja, kata keterangan kata kerja, dan kata sifat lebih bisa digunakan menunjukkan emosi dibandingkan kata benda.
4) Kecuali deskripsi yang obyektif, kita harus yakin kesan utama yang dipilih itu membuat pembaca percaya (suatu kondisi mental yang komplek menyangkut keyakinan, rasa, nilai, dan emosi)

Strategi
1. Pertama coba sampaikan semua detail; kemudian kesan utama dibangun dengan detail ini.
2. Pastikan detail Anda konsisten dengan kesan utama. Untuk memudahkan catat lima panca indra dalam selembar kertas, apa yang tersensor.
3. Coba membawa pembaca berdasarkan urutan kronologis ruang dan waktu. Misalnya, menjelaskan urut-urutan perjalanan kereta dari satu tempat ke tempat lain atau menjelaskan aliran sungai dari mata air sampai ke rumah tangga.
4. Gunakan pendekatan dulu-sekarang-nanti untuk menunjukkan proses perubahan atau perbaikan. Misalnya keadaan lahan sebelum dibangun dan keadaan setelah dibangun.
5. Pilih emosi dan coba deskripsikan. Mungkin lebih sulit untuk memulainya tetapi akan berarti ketika sudah jadi.

(Disusun oleh Harry Surjadi)

Tahapan perencanaan liputan investigasi

(1) Pemilihan topik dan persoalan yang akan diinvestigasi. Harus dijelaskan alasan mengapa memilih topik/persoalan itu. Juga harus ada analisis tingkat kemudahan-kesulitan, kepentingan, dan tingkat keberhasilannya
(2) Memahami, mendalami, dan menguraikan persoalan serinci mungkin.
(3) Jelaskan tujuan dari liputan investigasi ini dalam kalimat lengkap.
(4) Buatlah pertanyaan-pertanyaan kunci yang harus dijawab melalui liputan investigasi (minimum 10 pertanyaan).
(5) Studi pustaka. Membuat daftar dokumen yang harus dimiliki dan di mana bisa didapatkan. Dokumen termasuk kliping.
(6) Membuat daftar nara sumber yang harus diwawancarai dan daftar pertanyaan kunci untuk setiap nara sumber
(7) Membuat daftar liputan ke lapangan
(8) Menentukan time frame

KARENA SAYA LELAKI BUGIS

Banyak teman bertanya mengenai suku-ku
Saya menjawabnya mantap, "Bugis."
Mereka pun bertanya lagi, "Kenapa saya harus menjadi seorang

lelaki bugis."
Jawaban saya sederhana saja.
"Saya lahir dari rahim orang bugis."
"Saya lahir di tanah bugis."
"Nenek saya....sampai nenek neneknya nenek nenek saya juga

orang bugis."
"Orang bugis itu dikenal di mana-mana."
"Jadi kenapa saya harus malu mengakui kalau saya seorang

lelaki bugis."

Teman bertanya lagi, "Kenapa saya begitu bangga menjadi

lelaki bugis."
Sebelum menjawabnya, saya tersenyum sambil tertawa......
"Hahahahahah. Karena saya lelaki bugis."

Perginya Sang Kapten Timnas


DUNIA sepak bola Makassar dan Indonesia, Minggu, 9 Maret 2008 kira-kira pukul 09.15 WIB, berduka. Nus Pattinasarani, sang legenda sepak bola, meninggal dunia di Rumah Sakit Omni Medical Center di Jl Pulomas Barat VI No 20 Jakarta Timur. Nus awalnya dilarikan ke RS
yang dahulu bernama RS Ongkomulyo Medical Center itu pada pukul 05.30 WIB dengan ambulans. Namun sayang, nyawanya tak tertolong.

Nus Pattinasarani yang lahir di Magelang, 6 Juni 1923, itu meninggal dunia di usia 84 tahun. Ayah enam anak yang akrab disapa Om Nus itudikebumikan di San Diego Hill, Bekasi, Selasa, 11 Maret 2008. Saat ini, jenazah gelandang terbaik PSM di era 50-an dan 60-an tersebut, masih disemayamkan di rumah duka di Jl Sunter Mas Barat Blok H 12 No 6 Jakarta. “Bapak sempat
dirawat beberapa jam sebelum meninggal. Kami kurang tahu pasti penyakitnya, yang jelas sebelumnya bapak disimpulkan kena penyakit ginjal,” kata Dony Pattinasarani.

Dony yang berulang tahun sehari menjelang kematian ayahnya mengaku memang sudah punya firasat bahwa orangtuanya akan pergi untuk selama-lamanya. “Sehari sebelumnya, bapak mengatakan akan memberi saya kado ultah istimewa. Saat itu, saya hanya bilang tidak usah pikir kado. Bapak panjang umur saja, itu yang penting. Perkataan bapak saat itu, saya pikir sebuah pertanda bahwa ajalnya segera tiba,” cerita Dony.

Di mata keluarga, selain sebagai orangtua yang baik, mereka juga kagum dengan prestasi Nus dalam dunia sepak bola. “Bapak sejak tahun 50-an, sudah di PSM. Bapak juga sempat menjadi kapten timnas. Saat itu, kalau tidak salah, tahun 1956, bapak menjadi kapten di Asian Games di Manila. Bapak juga pernah membawa PSM juara bersama Mangandaan. Selain itu, bapak juga pernah melatih Makassar Utama,” beber Dony.

Di masa melatih, dua kali Nus membawa PSM juara perserikatan tahun 1959 dan tahun 1961. Karena prestasi itu pula, PSSI memberi penghargaan Bintang Satya Emas. “Karier beliau sangat sempurna. Kami banyak berguru kepadanya saat masih hidup. Beliau keturunan Ambon-Belanda, tapi jiwa Makassarnya sangat kental. Sangat sedikit sosok pesepak bola yang memiliki karakter seperti dia,” ungkap Syamsuddin Umar, asisten pelatih timnas Indonesia yang juga baru mengetahui kabar kematian Nus itu sore kemarin.

Bukti sukses Nus di sepak bola bisa dilihat dari kemampuannya mendidik dua anaknya menjadi pesepak bola nasional, yakni Ronny Pattinasarani dan Doni Pattinasarani. Seperti diketahui, Ronny adalah satu-satunya pemain sepak bola yang pernah meraih atlet terbaik Indonesia dua kali berturut-turut. Sepak bola pula yang membawa dia dan keluarganya menetap di Jakarta untuk mencari hidup. Nus adalah sederet pemain kawakan PSM yang pernah merasakan
bangku timnas seperti halnya Itjing Pasande, Husein, Makmur Chaeruddin, Santja Bahtiar, John Simon, Rasyid Dahlan, Idris Mappakaya, Saleh Ramadaud, M Basri, Sueib Rizal, Tony Ho, dan lain-lain.

Beberapa mantan pemain PSM dari Makassar seperti Syamsuddin Umar, Abdi Tunggal berencana menghadiri pemakaman jenazah almarhum di Pemakaman Umum Santiago Karawang Bekasi, Selasa 11 Maret. Pihak keluarga sengaja menunda pemakaman lantaran
satu anaknya, Ronny Pattinasarani masih berada di Guangzhou, Tiongkok menjalani pengobatan. Ronny sedang menderita penyakit kanker hati yang diidapnya selama beberapa tahun terakhir. Satu yang kental dari keluarga pesepak bola berdarah Ambon-Belanda ini karena mereka tetap menjadikan dialek Makassar sebagai bahasa keseharian. Dalam dirinya,
karakter Makassar tak pernah terlupakan.
Sesaat setelah berada di rumah duka siang kemarin, sejumlah tokoh olahraga dan wartawan juga datang berbelasungkawa. Bukan hanya dari kalangan keluarga, Nus juga menjadi teladan mantan-mantan pemain PSM. Tony Ho, misalnya. Menurut dia, Nus tidak bisa dipisahkan dari sepak bola Makassar dan Indonesia. “Dia pelaku sejarah. Mulai dari era Ramang sampai era kami, dan menjadi pelatih,” kata Tony Ho, siang kemarin.

Menurut Tony, Nus berhasil membangung sepak bola di Makassar. “Dia sosok pekerja keras dan punya disiplin tinggi. Semua itu ditularkan ke kami. Saat menangani kami, ia sangat keras, tapi hasilnya memang bagus,” beber Tony.

Wartawan senior yang juga pengamat sepak bola Makassar, Piet Heriady Sanggelorang juga punya kenangan tersendiri dengan Nus. “Paling berkesan saat Sunar Arlan dipanggil timnas tahun 1947. Sunar yang dipanggil untuk persiapan Asian Games di New Delhi, menjadi pemain PSM pertama di timnas saat itu. Berselang tujuh tahun kemudian, Sunar yang berposisi bek
kiri dipanggil lagi, namun sudah cedera. Makanya, dipanggillah trio PSM; Nus, Husein, serta Ramang. Meski begitu, karena timnas butuh bek kiri, Nus dan Husein dipulangkan. Hanya Ramang yang bertahan karena salah seorang striker cedera kala itu,” cerita Piet.
Tahun 1950-an, Nus juga sempat membela Sulsel di PON. “Dia memang gelandang PSM yang bagus. Sulit mencari sosok pemain seperti dia lagi,” kenang Piet. (amiruddin@fajar.co.id)

Jumat, 23 Januari 2009

Penakluk Gunung Batu

MINGGU, 6 Januari 2008, siang itu, gerimis turun menyambung hujan seharian. Tak ayal, pemandangan di kaki bukit Gunung Bulusaraung, tepatnya di Desa Bantimurung, Kecamatan Tondong Tallasa, Pangkep, terlihat sunyi dan gelap tertutup kabut. Meski demikian, kabut itu tetap saja tak bisa menutupi keindahan kampung yang seolah mati karena sepinya suasanasaat itu. Kehidupan yang sangat alami.

Ya,begitulah kira-kira gambaran kampung yang berjarak sekitar 35 kilometer ke arah Tenggara Kota Pangkep itu. Beberapa bukit batu cadas tampak berdiri kokoh di kampung yang berada di ketinggian tersebut. Di sekitarnya, puluhan batang pohon dengan akar yangterlihat jelas tumbuh di antara semak belukar.

Namun, dari beberapa deretan bukit-bukit yang seolah tersambung oleh kerindangan pohon di sisi kiri dan kananjalan, satu bukit yang berukuran agak kecil terlihat berbeda dari yang lainnya. Tampak bersih, meski beberapa pohon kecil masih tumbuh di atas dan sekelilingnya.Yang membedakan bukit yang berada persis di sisi jalan ini dengan bukit lainnya, bukan sekadar karena kelihatan agak bersih. Namun, karena bukit seluas 15×30 meter itu juga berpenghuni. Sebuah pintu masuk dan pagar yang mengelilinginya malah sudah sangat meyakinkan bahwa sesungguhnya bukit itu adalah sebuah rumah tinggal.

Memang benar, bukit itu adalah sebuah rumah. Rumah batu yang sebenar-benarnya. Bukan seperti rumah batu kebanyakan.Rumah tersebut milik keluarga Hamdan. Di situlah Hamdan bersama istrinya, Sinta, beserta dua buahhati mereka; Nurkamsiah, 5, dan Nuraisyah, 3, tinggal sejak 2006 lalu.Bagaimana awal cerita Hamdan dan keluarganya memutuskan tinggal di tengah-tengah bukit batu itu? Ternyata, prosesnya cukup panjang.

Sempatmerantau ke Kolaka sekitar 16 tahun, Hamdan yang sempat mengenyam pendidikan hingga kelas III di SMEA Bungoromemilih pulang ke kampung halamannya.Pria kelahiran tahun 1962 itu akhirnya mempersunting buah hatinya, Sinta yang tak lain warga Desa Bantimurung. Mereka menikah pada 1999 lalu. Setelah itu, iaberangkat ke Makassar untuk mencari nafkah sebagai pekerja bangunan. Ia memilih tinggal di Perumahan Telkomas.Berselang tiga tahun kemudian, anak pertama mereka, Nurkamsiah lahir dan disusul anak kedua, Nurasyiah, dua tahun kemudian. Bosan bekerja di Makassar, Hamdan kemudian memboyong anak istrinyakembali ke kampung halamannya di Pangkep.

Karena orangtua Hamdan sudah meninggal dan memang tidak punya rumah sendiri, suami-istri inipun memutuskan tinggal bersama orangtua Sinta. Namun Hamdan ternyata tak betah. Ia pun akhirnya memutuskan keluar dari rumah mertuanya. Sebagai istri penurut, Sinta tak perlu berpikir lama, apalagi mencoba untuk berdebat. Persoalannya adalah Hamdan yang sebatang kara tidak punya warisan, termasuk tanah. Ia juga tidak punya uang untuk membeli sebidang tanah. Namun, karena sudah mengikrarkan meninggalkan rumah mertuanya, otaknya pun bekerjasembari berdoa.Tuhan ternyata memberinya petunjuk ke sebuah bukit di desanya yang berjarak sekitar tiga kilometer dari rumah mertuanya.

“Waktu itu saya sangat terdesak. Saya bingung. Tapi karena tekad saya sudah bulat untuk hidup mandiri dan jauh dari bayang-bayang orangtua, saya pun akhirnya memutuskan tinggal di bukit inisetelah sebelumnya minta izin ke pemilik sawah di sekitarnya. Saat itu, di bukit ini ada sebuah gua yang untuk masuk di dalamnya kita harus berjalan miring. Di situlah saya tinggal hingga saat ini,” beber Hamdan

kepada penulis yang menemuinya.Kepada penulis yang menemaninya berbincang hingga petang sambil menikmati makanan ringan hidangan istrinya, Hamdan bercerita panjang lebar. Menurut dia,bukan perkara mudah tinggal di dalam gua yang gelap dan hanya berukuran sekitar 4×7 meter.

“Sebagai keluarga yang tidak punya apa-apa, saya datang ke gua ini hanya membawa beberapa peralatan makan dantidur. Tempat tidur pertama kami adalah balai-balai dari kayu dengan penopang batang pohon,” bebernya. Merasa kurang puas dengan kehidupannya di gua itu, otak Hamdan kembali bekerja. “Sebagai pekerja bangunan, saya punya jiwa seni. Saya selalu ingin berkreasi. Makanya, sedikit demi sedikit saya mulai bekerja untuk mengubahrumah batu saya ini betul-betul seperti rumah sambil tetap bekerja untuk menyambung hidup.Beberapa bagian bukit saya bakar dengan ban. Butuh 34 buah ban hingga akhirnya beberapa bagian bukit-bukti ini runtuh. Termasuk untuk pintu masuk,saya juga membuatnya,” cerita Hamdan sambil menunjuk pintu yang dimaksudnya.

Proses itu tak berjalan singkat. Untuk memperbaiki rumah batunya, Hamdan butuh waktu tujuh bulan untuk membelah-belah bukit dan menebang pohon-pohon besar di bukit itu. “Kalau sudah dibakar dengan ban, batu-batu jadi agak mudah dirubuhkan. Itulah yang terus saya lakukan sambil memahat bagian-bagian yang perlu diratakan. Dari hasil bekerja dan bantuan orang lain, saya juga sudah bisa membuat pondasi di sekeliling rumah,” katanya.Saat ini, Hamdan sudah menyiapkan satu bagian bukit lagi untuk ruang tidur dan ruang tamunya.

“Kalau ada uang, ruang tamu dan kamar di bagian tengah bukitakan saya kerja. Tapi untuk sementara, saya tinggal di dapur yang menjadi tempat makan sekaligus tidur kami. Malah di puncak bukit, saya juga berniat membuat tempatistirahat dan musalah,” bebernya.Setelah bekerja cukup lama dan menjalani puasa dua kali di rumah batunya itu, Hamdan kini sedikit lebih santai. Apalagi, bukit cadas itu perlahan sudah berhasildisulapnya menjadi rumah.

“Sekarang saya sudah punya rumah sendiri. Meski pun memprihatinkan, tapi saya dankeluarga sudah sangat bahagia. Setelah bukit saya belah, awalnya saya memakai tenda untuk atap. Namun sejakbeberapa hari lalu, atap yang sudah berganti tiga kali saya ganti lagi dengan atap rumbia. Saat ganti atap, saya sempat menangis. Sebab cuaca cerah tiba-tiba berganti hujan dan anak-anak serta istri saya yang hamil tua ikut kehujanan. Saya terharu saat itu,” ujarnya.

Memilih tinggal di bukit batu yang kemudian disulap menjadi rumah, memang bukan hal mudah bagi Hamdan dan keluarganya. Selain harus menderita dan bekerja keras cukup lama, mereka juga sempat menjadi fokus perbincangan warga Desa Bantimurung. Bahkan, perbincangan warga sempat menjurus ke hal-hal yang menyakitkan. Inilah yang membuktikan bahwa meski watak Hamdan keras, ia ternyata cukup penyabar. Contohnya, ia tetap sabar menerima cemooh sejumlah warga. Saat pertama tinggal di rumah batu, beberapa warga menyebutnya sudah tak waras. Bukan hanya itu, alumni SMP Labbakkang Pangkep itu, dianggap bodoh meninggalkan rumah mertuanya dan tinggal di bukit batu.

“Lokasi rumah saya ini dulunya dikenal keramat. Jika sudah malam, warga takut melintas. Selain itu, bukit ini juga menjadi sarang biawak dan ular. Makanya, wajar kalau beberapa warga menilai saya sudah gila dan bodoh waktu itu,” kenang Hamdan ke penulis.

Namun, anggapan miring warga tak berlangsung lama. Kegigihan dan ketabahan Hamdan beserta keluarganya, sedikit demi sedikit memupus antipati warga menjadi simpati.Apalagi, tempat yang dulunya dianggap keramat dan membuat warga takut melintas pada malam hari, sudah tidak terjadi lagi semenjak Hamdan dan keluarganya menempati tempat itu. Keluarga ini, juga mengaku sama sekali tidak pernah diganggu mahluk halus atau binatang liar.

“Malah Bupati Pangkep Syafrudin Nur juga pernah ke sini, Juni lalu. Ia sempat memberi uang ke anak saya,” beber pria berambut seleher ini.
Jika Hamdan yang punya jiwa seni dan sempat merantau sehingga terbiasa dengan kondisi tempat tinggal seadanya, bahkan aneh, lantas bagaimana dengan istri dan anak-anaknya yang masih kecil-kecil? Ternyata, tak jauh berbeda dengan Hamdan sendiri. Malah, menurut Sinta, istri Hamdan, ia sangat tulus tinggal di rumah itu karena memang mengerti kondisikeluarganya.

“Meski harus tinggal di bukit batu, saya tetap bahagia. Bahkan saya bersyukur kami punya tempat sendiri. Lagi pula, saya mau kemana kalau bukan di sini. Kami tak punya apa-apa,” kata Sinta.Anak-anak mereka; Nurkamsiah dan Nurasyiah, juga demikian. Saat penulis mencoba bertanya soal kemungkinan gurunya bertanya tentang tempat tinggalnya ke Nurkamsiah yang kini sementara mengenyam pendidikan taman kanak-kanak dan sudah fasih membaca, ia langsung memegang tangan bapaknya dan berkata, “Saya bilang tinggal di rumah batu.”“Anak sekampung sebayanya malah sering berkumpul di sini untuk bermain,” sambung Sinta seolah mempertegas perasaan anaknya yang kini tinggal di rumah batu itu.

Bercerita soal anak-anaknya, Hamdan dan Sinta terlihat begitu bersemangat. Keduanya malah mengungkapkan bahwa saat ini, anaknya jarang ke rumah neneknya. Hal lain yang mereka syukuri bahwa anak-anaknya yang dulu kerap sakit-sakitan sejak tinggal di rumah batu, ternyata tidak lagi. Malah seingat mereka, keduanya tidak pernah sakit selama dua tahun terakhir.

“Saya juga heran. Melihat kondisi rumah kami, mereka seharusnya sering sakit. Namun, ternyata tidak. Kalau dipanggil neneknya, mereka dengan lugu mengatakan tidak mau sebab katanya adaji rumahnya sendiri. Mereka mau hidup susah bersama kami,” cerita Hamdan yang sempat menolak tawaran keluarganya yang hendak memberinya tempat bernaung.

Memang, dari cerita Hamdan, rumah tinggalnya cukup bagus untuk sirkulasi udara. Saat malam, hawanya hangat meski angin bebas masuk melalui celah-celah batu dan atap. Sementara pada siang hari, meski terik matahari, hawanya tetap sejuk.Hamdan bahkan berandai-andai bahwa andaikan di dunia ada surga, maka rumah miliknya tersebut adalah surga. Dia mengaku merasakan perasaan itu.

“Kemungkinan itu pengaruh dari air yang berada di bawah rumah kami. Sebab, memang beberapa sisi itu lowong dibawahnya. Itu kami jadikan kolam dan kita tempati memelihara ikan lele dan mujair,” bebernya.

Meski tinggal di bukit batu dan jarak rumahnya cukup jauh dengan rumah warga lainnya, Hamdan dan keluarganya tak takut gelap. Selain di jalanan dekat halamannya ada lampu jalan, di rumahnya juga sudah ada listrik. Hanya memang karena kurang mampu, listriknya terpaksa harus menyambung dari rumah kakak sepupunya. “Kalau mau buang air besar juga numpang di WC tetangga. Tapi dalam waktu dekat, saya akan membuat WC. Tembok untuk persiapan tempat penampungannya juga sudah ada,” ujarnya saat mengajak saya berkeliling bukit melihat kondisi rumahnya dari luar.

Kepada penulis, Hamdan menegaskan tidak pernah lagi berpikir pergi merantau setelah punya rumah sendiri. Ia juga menyampaikan rasa bersyukur karena sudah dapat Bantuan Langsung Tunai (BBM). Kalau beras miskin, menurutnya belum karena masih sementara diurus kepala desanya. Ia memaklumi hal itu, sebab memang belum punya kartu keluarga. Saat ini, Hamdan dan istrinya sedang menantikan kelahiran anak ketiga mereka. Karena dua anak sebelumnyaberjenis kelamin perempuan, Hamdan dan istrinya pun berharap Tuhan memberinya anak laki-laki.“Sekarang saya sedang hamil delapan bulan. Dan untuk melengkapi kebahagian di rumah ini, kami berharap anak laki-laki,” ujar Sinta, malu-malu. (amiruddin@fajar.co.id)