Akhirnya
pertempuran yang tak seimbang itu dimenangkan Belanda.
Serdadu-serdadunya yang berpengalaman bertempur di Eropa memborbardir
benteng pertahanan Laskar Merah Putih yang hanya mengandalkan perang
gerilya.
Seperti pada Agresi Militer Belanda I yang dilancarkan Belanda di
Jawa dan Sumatera lalu Agresi Militer Belanda II yang menggempur
Yogyakarta, pasukan Indonesia memberikan perlawanan sengit. Tapi seperti
sebelumnya, agresi Belanda kali ini di Senayan, Jakarta membuat Pasukan
Garuda tak berkutik.
Meski begitu, kita patut berbangga dengan daya juang tak kenal lelah
pahlawan-pahlawan sepak bola Indonesia. Seperti halnya saat kita
dijajah tiga setengah abad, perlawanan dalam agresi 90 menit Belanda tak
pernah berhenti. Meskipun hanya dengan perang gerilya (baca: serangan
balik) saja.
Di pertempuran babak pertama, kapten pasukan Belanda, van Persie
dibuat frustasi oleh benteng kokoh Indonesia. Meski digempur
habis-habisan, tak satupun yang mampu mengoyak gawang Indonesia yang
dikawal Jong Java, Kurnia Meiga Hermansyah.
Mendapat perlawanan sengit, "Gubernur Jenderal Belanda", Louis Van
Gaal memasukkan amunisi baru dan mengganti Kapten Van Persie dengan
Kapten Arjen Robben. Pasukan baru inilah yang akhirnya memukul mundur
Jong Java, Jong Celebes, Jong Sumatranen Bond, dan pahlawan Papua yang
mewarisi sifat spartan Frans Kaisiepo, Johannes Abraham Dimara, Marthen
Indey dan Silas Papare.
Para pejuang sepak bola kita akhirnya lebih banyak bertahan. Lalu
lewat serangan mendadak pada pukul 21.33 hingga jam 23.59 WIB, Jumat, 7
Juni, tiga tembakan pun akhirnya merobohkan benteng kokoh Indonesia.
Meskipun kalah, Kapten Boaz Solossa bersama pasukannya sudah berjuang
sampai titik darah penghabisan meski pada akhirnya kita memang gagal
menumpas pertahanan Belanda.
Secara kualitas, seperti di agresi I dan II, kita memang kalah jauh.
Banyak yang menyebut pertempuran kali ini melibatkan David dan
Goliath. Timnas Indonesia adalah David yang kecil. Sementara Belanda
adalah si raksasa, Goliath.
Selain pasukan yang beda kelas, ndonesia juga kalah peringkat.
Indonesia kini terjerembab di peringkat 170 dunia berdasar rilis terbaru
FIFA. Sedangkan lawannya, Belanda ada di posisi 5. Peringkat terbaik
Indonesia adalah 75 pada September 1998 sementara Belanda sempat di
peringkat 3 pada Mei 2006.
Bicara prestasi, Pasukan Garuda juga kalah jauh. Di kancah piala
dunia Indonesia baru tampil sekali yakni tahun 1938 di Prancis. Saat itu
Indonesia yang masih menggunakan nama Hindia Belanda tersingkir di
babak pertama.
Di level Asia, Indonesia juga tak mampu bicara banyak. Tampil empat
kali yakni pada 1996, 2000, 2004 dan 2007, Indonesia terhenti di babak
pertama.
Bandingkan dengan prestasi Belanda. De Oranje tampil 8 kali di piala
dunia. Meski belum merasakan juara, mereka mampu menjadi runner up tiga
kali yakni pada piala dunia 1974, 1978, dan terakhir pada 2010 lalu.
Pada level Eropa, Belanda sudah tampil 7 kali. Prestasi terbaik mereka adalah juara pada 1988.
Tapi apapun itu, Kapten Boaz dan Letnan Zulkifli Syukur sudah
bertempur dengan gagah berani. Serdadu-serdadu pemberani kita tak pernah
menyerah bahkan ketika juru damai dari Malaysia, Nagor Amir Bin Noor
Mohamed, menghentikan pertempuran ini.
Barru, Sabtu, 8 Juni 2013
(Baru bangun coy)
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Terima kasih atas kunjungan dan kritikan Anda di blog dan tulisan saya