PENGAKUAN ISTERI ATAS SUAMI YANG TELAH TIADA

Ini adalah kisah
nyata yang akan menginspirasi kita semua, saya dapatkan dari sebuah
notes di facebook bernama Rina Amalina. Semoga dapat menjadi pelajaran
dan HIKMAH bagi kita semua.

****

Suamiku kini telah tiada
dan penyesalanku yg terus ada

Ini adalah kisah nyata di
kehidupan...ku
Seorang suami yg kucintai yang kini telah tiada
Begitu
besar pengorbanan seorang suamiku pada keluargaku
Begitu tulus kasih
sayangnya untukku dan anakku

Suamiku adalah seorang pekerja
keras. Dia membangun segala yang ada di keluarga ini dari nol besar
hingga menjadi seperti saat ini. Sesuatu yang kami rasa sudah lebih dari
cukup.

Aku merasa sangat berdosa ketika teringat suamiku pulang
bekerja dan aku menyambutnya dengan amarah,tak kuberikan secangkir teh
hangat melainkan kuberikan segenggam luapan amarah.

Selalu
kukatakan pada dia bahwa dia tak peduli padaku,tak mengerti aku,dan
selalu saja sibuk dengan pekerjaannya.

Tapi kini aku tahu.
Semua
ucapanku selama ini salah.dan hanya menjadi penyesalanku karena dia
telah tiada.
Temannya mengatakan padaku sepeninggal kepergiannya.
Bahwa dia selalu membanggakan aku dan anakku di depan rekan kerjanya.
Dia
berkata, “ Setiap kali kami ajak dia makan siang, mas Anwar jarang
sekali ikut kalau tidak penting sekali, alasannya slalu tak jelas. Dan
lain waktu aku sempat menanyakan kenapa dia jarang sekali mau makan
siang, dia menjawab, “ Aku belum melihat istriku makan siang dan aku
belum melihat anakku minum susu dengan riang.lalu bagaimana aku bisa
makan siang.” Saat itu tertegun,aku salut pada suamimu. Dia sosok yang
sangat sayang pada keluarganya. Suamimu bukan saja orang yang sangat
sayang pada keluarga,tapi suamimu adalah sosok pemimpin yang hebat.
Selalu mampu memberikan solusi-solusi jitu pada perusahaan.”

Aku
menahan air mataku karena aku tak ingin menangis di depan rekan kerja
suamiku. Aku sedih karena saat ini aku sudah kehilangan sosok yang
hebat.

Teringat akan amarahku pada suamiku, aku selalu mengatakan
dia slalu menyibukkan diri pada pekerjaan,dia tak pernah peduli pada
anak kita. Namun itu semua salah. Sepeninggal suamiku. Aku menemukan
dokumen2 pekerjaannya. Dan aku tak kuasa menahan tangis membaca di tiap
lembar di sebuah buku catatan kecil di tumpukan dokumen itu, yang salah
satunya berbunyi:

“ Perusahaan kecil CV.Anwar Sejahtera di bangun
atas keringat yang tak pernah kurasa. Kuharap nanti bukan lagi CV.Anwar
Sejahtera, melainkan akan di teruskan oleh putra kesayanganku dengan
nama PT. Syahril Anwar Sejahtera. Maaf nak, ayah tidak bisa memberikanmu
sebuah kasih sayang berupa belaian. Tapi cukuplah ibumu yang memberikan
kelembutan kasih sayang secara langsung. Ayah ingin lakukan seperti
ibumu. Tapi kamu adalah laki-laki. Kamu harus kuat. Dan kamu harus
menjadi laki-laki hebat. Dan ayah rasa,kasih sayang yang lebih tepat
ayah berikan adalah kasih sayang berupa ilmu dan pelajaran. Maaf ayah
agak keras padamu nak. Tapi kamulah laki-laki. Sosok yang akan menjadi
pemimpin, sosok yang harus kuat menahan terpaan angin dari manapun. Dan
ayah yakin kamu dapat menjadi seperti itu.”

Membaca itu,
benar-benar baru kusadari.betapa suamiku menyayangi putraku. betapa dia
mempersiapkan masa depan putraku sedari dini. Betapa dia memikirkan
jalan untuk kebaikan anak kita.

Setiap suamiku pulang kerja. Dia
selalu mengatakan, “ Ibu capai? Istirahat dulu saja”
Dengan kasar
kukatakan, “ Ya jelas aku capai, semua pekerjaan rumah aku kerjakan.
Urus anak, urus cucian, masak, ayah tahunya ya pulang datang bersih.
titik.”
Sungguh,bagaimana perasaan suamiku saat itu. Tapi dia hanya
diam saja. Sembari tersenyum dan pergi ke dapur membuat teh atau kopi
hangat sendiri. Padahal kusadari. Beban dia sebagai kepala rumah tangga
jauh lebih berat di banding aku. Pekerjaannya jika salah pasti sering di
maki-maki pelanggan. Tidak kenal panas ataupun hujan dia jalani
pekerjaannya dengan penuh ikhlas.

Suamiku meninggalkanku setelah
terkena serangan jantung di ruang kerjanya.tepat setelah aku menelponnya
dan memaki-makinya. Sungguh aku berdosa. Selama hidupnya tak pernah aku
tahu bahwa dia mengidap penyakit jantung. Hanya setelah sepeninggalnya
aku tahu dari pegawainya yang sering mengantarnya ke klinik spesialis
jantung yang murah di kota kami. Pegawai tersebut bercerita kepadaku
bahwa sempat dia menanyakan pada suamiku:

“Pak kenapa cari klinik
yang termurah? Saya rasa bapak bisa berobat di tempat yg lebih mahal
dan lebih memiliki pelayanan yang baik dan standar pengobatan yang lebih
baik pula.”

Dan suamiku menjawab, “ Tak usahlah terlalu mahal.
Aku cukup saja, aku ingin tahu seberapa lama aku dapat bertahan. Tidak
lebih. Dan aku tak mau memotong tabungan untuk hari depan anakku dan
keluargaku. Aku tak ingin gara-gara jantungku yang rusak ini mereka
menjadi kesusahan. Dan jangan sampai istriku tahu aku mengidap penyakit
jantung. Aku takut istriku menyayangiku karena iba. Aku ingin rasa
sayang yang tulus dan ikhlas.”

Tuhan..Maafkan hamba Tuhan, hamba
tak mampu menjadi istri yang baik. Hamba tak sempat memberikan rasa
sayang yang pantas untuk suami hamba yang dengan tulus menyayangi
keluarga ini. Aku malu pada diriku. Hanya tangis dan penyesalan yang
kini ada.

Saya menulis ini sebagai renungan kita bersama. Agar
kesalahan yang saya lakukan tidak di lakukan oleh wanita-wanita yang
lain. Karena penyesalan yang datang di akhir tak berguna apa-apa.
Hanyalah penyesalan dan tak merubah apa-apa.

Banggalah pada
suamimu yang senantiasa meneteskan keringatnya hingga lupa membasuhnya
dan mengering tanpa dia sadari.

Banggalah pada suamimu, karena
ucapan itu adalah pemberian yang paling mudah dan paling indah jika
suamimu mendengarnya.

Sambut kepulangannya di rumah dengan senyum
dan sapaan hangat. Kecup keningnya agar dia merasakan ketenangan
setelah menahan beban berat di luar sana.

Sambutlah dengan penuh
rasa tulus ikhlas untuk menyayangi suamimu.
Selagi dia kembali dalam
keadaan dapat membuka mata lebar-lebar.
Dan bukan kembali sembari
memejamkan mata tuk selamanya.


Teruntuk suamiku.
Maafkan
aku sayang.
Terlambat sudah kata ini ku ucapkan.
Aku janji pada
diriku sendiri teruntukmu.
Putramu ini akan kubesarkan seperti
caramu.
Putra kita ini akan menjadi sosok yang sepertimu.
Aku
bangga padamu,aku sayang padamu.

Istrimu
Rina


(Silahkan
berbagi tulisan ini kepada saudara,teman,kerabat anda. Saya berharap
pengalaman yg saya miliki dapat menjadi pelajaran bagi kita semua.
Semoga
bermanfaat bagi kita semua.
Dan kepada Ibu Rina semoga lebih tabah,
dan kepada Alm. Bpk. Anwar semoga diberikan tempat terbaik di
surga…amin.
Dari kisah ini saya harap tidak ada yg menyalahkan
siapa2.cukup sebagai renungan dan perbaikan kita bersama.)