Sabtu, 30 November 2013

Tentang Seorang Fans Tua


Dari kolong rumah warga, pada tahun 1960-an, pria itu mengawali cintanya pada PSM Makassar.
Cinta itu kini masih terjaga baik.


Saloge M, nama pria itu. Ia ingat betul, bagaimana ketika bersandar di tiang rumah warga sambil memasang telinganya baik-baik. Pria kecil itu sedetik pun tak mau kehilangan suara reporter yang melaporkan pertandingan PSM di Radio Republik Indonesia (RRI).

"Makanya saya sangat cinta PSM," kata Saloge.

Tahun 60-an memang serba susah. Hanya sedikit orang yang mampu punya radio. Keluarga Saloge tak masuk dalam golongan itu. Dan berada di kolong rumah tetangganya saat PSM sedang bertanding, itulah sebagian dari takdir pria kelahiran Agustus 1949 tersebut.

Pada era itu, ada beberapa nama pemain PSM yang ia tahu.
Ramang salah satunya. Selain itu ada juga pemain PSM bernama Solong, dan Suhardi.
"Solong itu kalau tidak salah dari Maros," katanya.

*******

Tahun 1970 Saloge meninggalkan Soppeng. Setelah mempersunting, Syamsiah yang masih keluarga dekatnya, ia pindah ke Barru.

Saat itu, kecintaannya pada PSM tetap terjaga. Meski jarak ke Makassar makin dekat, tak sekalipun ia datang menonton PSM. Hidup yang masih serba susah dan transportasi yang sulit membuat pilihannya tetap pada reportase pertandingan di radio.

Bahkan kebiasaan ini berlanjut ke tahun 90-an. Makanya nama beberapa reporter RRI yang bergantian melaporkan pertandingan PSM selalu diingatnya. Termasuk Abdul Wahab Usman dan Mustakim Tinulu. Komentator seperti JD Bosco dan Bandi Bachtiar juga cukup akrab di telinganya.

******

Tentang kecintaan pada PSM, jangan ragukan Saloge. Memang tak bisa seperti suporter The Maczman atau Laskar Ayam Jantan. Mereka tanpa lelah bernyanyi dan berusaha membangkitkan semangat Pasukan Ramang di stadion. Tapi Saloge punya cara sendiri untuk memberi dukungan sekaligus membuktikan cintanya pada tim Juku Eja. Lewat doa.
Ya, untuk laga malam, biasanya mantan kepala sekolah itu akan langsung pergi berwudhu dan salat Isya saat PSM kesulitan mencetak gol atau dalam posisi tertinggal. Usai salat doa untuk kemenangan PSM pun dipanjatkan.

Radio miliknya juga bisa jadi bukti kecintaannya pada PSM. Bertahun-tahun frekuensinya tidak bergeser. Radio itu seperti memang hanya punya satu siaran saja.

*******

Pertengahan 90-an Saloge mulai sering datang langsung ke Stadion Mattoanging menyaksikan laga tim kesayangannya. Biasanya berangkat siang ke Makassar.
Usai pertandingan, langsung balik lagi ke Barru.

Meski tengah malam, ia harus pulang. Sebagai guru, kewajiban mengajar tak mau ditinggalkan.

Di stadion, Saloge paling sering di tribun terbuka timur. Tempat favoritnya di dekat pintu masuk. Di posisi itu, jalannya pertandingan memang bisa dilihat dengan baik

Salah satu pertandingan paling berkesan yang ditontonnya secara langsung adalah laga PSM melawan tim kuat asal Cina, Shandong Lunen. Itu pertandingan Perempatfinal Piala Champions Zona Asia Timur.
Pada laga yang digelar Rabu, 21 Maret 2001, malam itu, PSM takluk 1-3. Satu-satunya gol PSM dicetak pemain lokal, Iswadi.

Selain PSM dan Shandong Lunen, Perempatfinal Piala Champions Zona Asia Timur saat itu juga diikuti tim kuat Asia, Jubilo Iwata (Jepang) dan Samsung Blue Wing (Korsel).

Pada era emas PSM ini, beberapa nama pemain cukup dikenal Saloge. Mulai Ali Baba, Arif Kamaruddin, Rahman Usman, Isaac Fatari, Yuniarto Budi, Yosef Lewono, Ronny Ririn, Kurniawan Dwi Yulianto, dan tentu saja Luciano Leandro. Luci merupakan pemain favorit Saloge. Playmaker asal Brasil itu jenius.

********

Sudah lama Saloge tak lagi datang ke stadion untuk menonton langsung pertandingan PSM. Terakhir 2011 lalu. Kala itu ia menonton dari tribun utama. Saloge senang. Itu pengalaman pertamanya di tribun utama dan bisa menonton dengan nyaman.

Setelah itu, Saloge kembali jadi langganan RRI. Tapi tak seperti sebelumnya, beberapa siaran pertandingan sudah dilewatkannya. Sesekali ia juga hanya mencari tahu skor laga PSM di surat kabar.

Saloge merasa PSM tidak seperti dulu lagi. Permainannya kurang menarik. Sering ribut. Malah, kisruh PSSI yang merusak kompetisi, belakangan membuatnya makin jarang mencari tahu kabar PSM.

Namu kecintaannya pada PSM tak pernah hilang. Juni lalu, ketika krisis menerpa PSM, ia sangat prihatin. Hampir setiap hari Saloge mengikuti perkembangan tim kesayangannya di surat kabar. Harapannya, PSM bisa mengatasi masalah finansialnya. Saloge sangat senang ketika perlahan krisis itu bisa diatasi.

*******

Kini, PSM sedang berjuang untuk bisa bergabung dalam kompetisi unifikasi liga 2014. Ini jelas bukan perjuangan gampang. Apalagi di laga pembuka play off IPL, mereka kalah dari Pro Duta.

Meski sulit, Saloge berharap PSM akan lolos. Sebagai salah satu klub tertua di tanah air, Saloge menilai kompetisi tertinggi di negeri ini bakal kurang seru tanpa Pasukan Ramang.

Dan jika PSM benar-benar akan mampu lolos, bukan mustahil Saloge bisa kembali lagi ke Stadion Andi Mattalatta. Mungkin bersama cucunya yang juga mulai suka sepak bola. Tapi jika yang terjadi sebaliknya, bisa jadi Saloge sudah terlalu tua untuk kembali ke stadion ketika PSM kembali lagi ke era jayanya kelak. (*)

Makassar, 19 Oktober 2013
(Sehari setelah bertemu Saloge di BTP)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Terima kasih atas kunjungan dan kritikan Anda di blog dan tulisan saya