Jangan Mati Sebelum 2025

(Sebuah Catatan untuk Makassar Menuju Kota Dunia)

Jauh sebelum kedatangan Belanda, sejak dulu Makassar dikenal sebagai kota pelabuhan oleh dunia internasional. Pada abad ke-16, Kerajaan makassar (Gowa-Tallo) tumbuh menjadi satu kerajaan maritim dan kerajaan besar di Sulawesi Selatan. Makassar menjadi pusat pedagang-pedagang dari berbagai kerajaan besar di Sulsel, daerah lain di nusantara, maupun dari luar nusantara, seperti Eropa dan Cina. Pertumbuhan dan perkembangan Kota makassar sebagai pusat kerajaan maritim yang kosmopolitan dapat dilihat dari banyaknya pedagang dari luar nusantara yang mendirikan loji di Kota Makassar, seperti Belanda, Portugis, Inggris, Spanyol, Cina dan lain-lain.
Setelah Makassar diambil ailih oleh belanda, maka pada abad ke-17 Speelman mencanangkan pembangunan kota baru dengan memindahkan pusat kota dan juga sebagai pusat kekuasaan ke Benteng Jumpandang yang terletak di bagian utara Benteng Sombaopu. Sebelumnya, benteng ini merupakan salah satu benteng pertahanan kerajaan Gowa Tallo yang dibangun Tumapa’risi Kallonna yang berkuasa pada kisaran tahun 1510-1546 yang kemudian berubah nama menjadi benteng  Fort Rotterdam.
Di bawah kekuasaan dan hegemoni kolonial Belanda, Kota Makassar mengalami perkembangan yang sangat signifikan hingga pertengahan abad ke-20. Bahkan, berkembang menjadi kota kosmopolitan yang lengkap dengan segala fasilitasnya seperti jaringan transportasi, komunikasi, pariwisata yang menghubungkan dengan segala penjuru dunia. Selain itu, kesan kosmopolitan Kota Makassar dapat juga dilihat dengan hadirnya sembilan konsulat yang berasal dari negara-negara Eropa maupun Asia. Ke sembilan konsulat itu mewakili negara Denmark, Swedia, Norwegia, Inggris, Prancis, Jerman, Belgia, Portugal dan Cina. Konsulat ini menjadi perwakilan dagang.
Jika dilihat dari latarbelakang historisnya, Kota makassar sebenarnya tumbuh dari kota kolonial yang terbentuk hanya di sekitar Benteng Rotterdam sekitar abad ke-17.  Pertumbuhan Kota Makassar ditandai dengan munculnya pemukiman-pemukiman baru yang dibangun masyarakat yang beragam etnis di luar etnis Makassar sebagai etnis asli daerah, seperti, Melayu, Cina, Belanda, Bugis, dan Jawa.
Keberadaan Pelabuhan Makassar sebagai pelabuhan transit menjadikan Makassar sebagai pusat perdagangan yang ramai dikunjungi. Pertumbuhan kota juga diikuti dengan peningkatan jumlah populasi penduduk yang signifikan. Hingga tahun 1930 terdapat hampir 3.500 penduduk Eropa, lebih dari 15.000 Cina, dan lebih dari 65 ribu Bumiputera dari berbagai daerah di nusantara. (Dias Pradadimara, Sejarah Kota, Warga Kota, dan Penduduk Kota: Kisah Makassar).
Kejayaan dan kebesaran Makassar di masa lalu itu kini coba dikembalikan pemerintah Kota Makassar dan Pemprov Sulsel. Makassar sebagai salah satu kota dunia coba dimunculkan sejak 2009 silam. Menyusul impian tersebut, satu per satu ikon kota pun dimunculkan mengikuti pembangunan sarana dan prasarana yang telah ada sebelumnya atau pun yang mengalami perbaikan. Mulai Celebes Convention Center (CCC), Anjungan Pantai Losari, hingga Bandara Internasional Sultan Hasanuddin dan Pelabuhan Makassar.
Khusus CCC, sejak dibangun 2007 silam, Makassar perlahan bangkit menjadi destinasi MICE utama di Indonesia Timur. Bahkan dalam setahun, CCC yang dibangun di atas lahan reklamasi yang berjarak sepenglihatan dari Pantai Losari, menggelar sampai 100 pameran. Makin sering dikunjungi, semakin gigih pula pemerintah memoles wajah kotanya. Revitalisasi Pantai Losari 2004 silam yang saat ini menjadi salah satu tempat kunjungan wisatawan yang menginginkan pemandangan pesisir dan sunset dan berbagai even, kini dilanjutkan. Jika tidak ada aral melintang, dalam waktu dekat tiga anjungan yang akan menyempurnakan Losari akan bisa dinikmati warga dan wisatawan untuk menatap matahari terbenam kala senja.
Semakin berkembangnya Makassar pun menjadi alasan para investor untuk masuk menanamkan investasinya. Bos Para Grup, Chairul Tanjung salah satunya. Sebuah sarana bermain berkelas internasional bernama Trans Studio pun resmi dioperasikan 2009 silam. Sarana bermain indoor ini diklaim sebagai yang terbesar di Asia. Masih di seputaran Trans Studio, sebagai penyempurna bisnisnya, juga sementara dalam proses perampungan mal berlevel internasional, Trans Mahagaya. Berbagai merek pakaian kelas dunia akan hadir di sana yang tentu saja akan semakin mengangkat kelas Makassar mendekati level kota dunia lainnya di jagad ini.
Seolah aura kota dunia itu sudah sangat jelas, GMTD pun yang sudah lebih awal berkiprah di Makassar dengan mal dan kawasan perumahannya juga langsung membeber rencana mereka ke depan. Satu hotel bintang 5 plus satu rumah sakit berlevel internasional pun siap mereka hadirkan di kawasan mereka. Tak tanggung-tanggung, Direktur GMTD, Trilaksono menyebut angka triliun untuk investasi megaproyek ini.
Pemprov juga tak mau ketinggalan memberi andil memoles wajah ibukotanya. Bekerjasama dengan Pemkot Makassar, lewat Center Point of Indonesia di seputaran Pantai Losari. Kini, mega proyek ini sudah mulai berproses. Jika tidak ada perubahan desain, di sana nantinya akan ada berbagai sarana termasuk istana kepresidenan, sarana olahraga, hotel, kantor Dewan Perwakilan Perwakilan Daerah (DPD), hingga Masjid Rahimakumullah yang di tengahnya akan memancar laser sebagai  penanda titik pusat Indonesia.
Tak jauh dari lokasi CPI juga akan hadir Masjid Terapung 99 Al-Makazzary. Masjid ini akan menjadi salah satu ikon pariwisata religius. Di dalamnya akan ada buku-buku religius yang berkisah soal sejarah Islam di muka bumi, akan menjadi tempat pertemuan tokoh masyarakat dan juga tempat wisata sebab dari masjid itu keindahan pantai juga bisa dinikmati.
Wajah Pantai Makassar dalam beberapa tahun ke depan memang akan sangat berubah. Di utara kota, tak jauh dari perbatasan Maros, tepatnya di kelurahan Untia Kecamatan Biringkanaya, akan dibangun kampus Politeknik Ilmu Pelayaran terbesar di Asia. Masih dalam kawasan Maritim Terpadu, juga akan dibangun Pelabuhan Perikanan Nusantara dan Energy Center.
Tak hanya di bagian utara kota, kawasan Selatan, tepatnya Barombong juga akan dijadikan area pembangunan Stadion Internasional Makassar. Stadion yang berada satu kawasan dengan sarana olahraga lainnya, termasuk olahraga perairan ini dibangun di atas area reklamasi persis di muara sungai Jeneberang. Total investasinya tak kurang dari Rp 100 M dan pihak Kementerian Olahraga Republik Indonesia sudah mengucurkan dana Rp 15 M untuk langkah awal. Di bagian selatan kota juga akan dibangun Coral Center. Selain sebagai tempat pendidikan, Coral Center ini juga diyakini akan menyedot kunjungan seperti halnya Seaworld di Jakarta.
Yang juga bakal hadir di Makassar, dan menjadi salah satu prioritas Pemprov Sulsel bekerjasama dengan beberapa kabupaten kota yakni sarana transportasi darat, Kereta Api.Paling lambat 2016, warga kota ini dan tentu saja warga kabupaten kota lainnya yang akan dilalui rel kereta api tentu akan menikmati sarana transportasi seperti laiknya di Jawa.
Apakah itu sudah cukup untuk menempatkan Makassar sebagai kota dunia selevel dengan Singapura, Curitiba, Malmo, New Delhi, Korea, atau bahkan Bilbao, yang kini sudah menyandang gelar Kota Dunia? Meski Makassar kini sebenarnya diakui sebagai salah satu kota dunia yang dibuktikan dengan undangan mengikuti World Cities Summit 2010 di Singapura 27 Juni hingga 1 Juli lalu, namun nyatanya itu belum cukup. Meski begitu, menurut pakar ekonomi Sulsel, Majid Sallatu, Makassar kini sudah On The Track menuju Kota Dunia 2025 sebagaimana visi kota ini sendiri. Seperti termuat di Harian Fajar edisi 8 Juli 2010, Majid mengatakan bahwa menyimak filosofi kota dunia dan tahapan membangun kota dunia, saat ini, Makassar sudah on the track atau  dijalur menuju kota dunia tersebut. Menurutnya, World cities summit 2010 menjadi tempat bercermin di mana posisi Makassar meski masih banyak yang harus dilakukan. Ia juga menggarisbawahi bahwa kota adalah pembangunan kepentingan nasional. Makanya tidak boleh semata bertumpu pada APBD.Tidak boleh berjuang sendiri melainkan harus diperjuangkan bersama. Juga penting untuk merevitalisasi masterplan Makassar. Makanya pekerjaan besar akan muncul di masa mendatang dan harus bersama-sama masyarakat untuk mewujudkannya.
Danny Pomanto, konsultan yang punya andil luar biasa memoles wajah kota ini menegaskan, isu penting yang harus dibangun menuju kota dunia yakni kenyamanan tinggal, kota berkelanjutan, kota pintar, pertumbuhan hijau kota, climate change city, air, energi dan makanan, kasus kota atau special city case serta green economy atau ekonomi kota berbasis hijau.Ada tujuh tahapan membangun kota dunia kata dia yang mendampingi Wali Kota Makassar, Ilham Arief Sirajuddin di World Cities Summit 2010, termasuk bahwa semua berangkat dari problem, kota itu berubah setelah muncul pemimpin kota yang kuat dan punya leadership, punya visi jelas yang dipahami masyarakat dan masterplan yang jelas. Selain itu, ada regulasi dan hukum yang jelas, komitmen dan solidaritas dimana masyarakat harus kompak, serta ada konsistensi. Khusus masterplan kata dia, seperti Majid Sallatu, memang perlu penyempurnaan.
Wali Kota Makassar Ilham Arief Sirajuddin sendiri saat ekspose hasil World Cities Summit 2010 di hadapan pejabat dan perwakilan media mengatakan, mewujudkan Makassar sebagai kota dunia butuh keterlibatan semua unsur. Termasuk, pemerintah pusat dan provinsi. Ia menegaskan bahwa pada intinya, elemen masyarakat dan pemerintah berkeinginan besar menjadikan Makassar kota dunia sebagai kota yang membanggakan Indonesia. Ia berharap sektor swasta juga bisa digerakkan untuk merealisasikan mimpi tersebut.
Kini, sebagai wujud pelibatan partisipasi masyarakat menyongsong kota dunia 2025 mendatang, pemerintah kota pun menggelar sayembara Penataan Ruang Wilayah Kota Makassar Menuju Kota Dunia Berlandaskan Kearifan Lokal. Itu sebagai persiapan kunci mendapatkan wajah Makassar sebagai kota dunia yang sesungguhnya.

Dalam sayembara itu, pemkot Makassar ingin mencari konsep yang pas, seperti apa wajah Makassar ketika 2025. Pada draft pengantar sayembara, pihak panitia dalam hal ini Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) sudah menyebutkan rancangan kawasan khusus di sepanjang tepian pantai, mulai dari Pelabuhan Makassar hingga perbatasan Maros. Wilayah tersebut nantinya akan disulap menjadi kota tepian baru yang melingkupi empat kecamatan, Ujung Tanah, Tallo, Tamalanrea dan Biringkanaya.

Wilayah kota tepian ini sesuai draft yang ditawarkan pemkot ke peserta sayembara yakni 500 m ke arah darat dari garis pasang tertinggi dan 500 m ke arah laut dari garis surut terendah. Untuk kawasan khusus ini kelak, konsep pembangunan kota sepenuhnya akan menggunakan arsitektur khas Sulawesi Selatan.
Sayembara diharapkan menghasilkan konsep pra-rencana penataan dan pengembangan daerah tepian air Kota Makassar, sebagai kota pantai, termasuk regulasi kawasan, yang mampu mengadopsi aspirasi pembangunan modern dengan landasan kearifan lokal yang mencirikan jati diri Makassar.
Kepala Bappeda Kota Makassar, Idris Patarai mengatakan yang terpenting kini adalah bagaimana sumbangsih dan peran aktif masyarakat. Sebab kata dia, dalam sebuah kota, secara teori, sebuah kota memiliki relasi kuat dengan warganya. Maju tidaknya kota tergantung warga. Itulah yang mau disayembarakan. Hal apa yang mau diciptakan terkait infrastruktur atau kultural. Sayembara ini sekaligus dilakukan sebagai sosialisasi menuju kota dunia dan agar apa yang nantinya ada atau muncul betul-betul sesuai kultur masyarakat.
Jika konsep kota tepian ini berjalan mulus dan arsitekturnya betul-betul khas Makassar dan memanjang di sepanjang pantai utara Makassar, dan jika konsep pembangunan kawasan Selatan Makassar juga tak terganggu, serta berbagai megaproyek yang kini dalam proses, termasuk proses negosiasi dengan pusat dan pengerjaan berjalan baik, tak bisa terbayangkan bagaimana wajah Makassar saat status kota dunia itu sudah tak dalam genggaman. Jadi kita nantikan saja seperti apa kota ini menggeliat mencari kembali kejayaan masa lalunya sebagai kota bandar internasional yang ramai dikunjungi dan menjadi pusat dagang maritim. Dan jangan mati sebelum 2025, agar bisa menjadi saksi, apakah kota ini betul-betul akan menjadi kota dunia atau kota dunia itu hanya sekadar bunga tidur atau halusinasi belaka.
Makassar, 12 Juli 2010
Oleh: Amiruddin
    Wartawan Harian Fajar Makassar dan alumni Jurusan Ilmu Sejarah Unhas