Sabtu, 27 Juni 2009

Tolotang, Hindu Karena Pemerintah

Di Kelurahan Amparita lama, Kecamatan Tellu Limpoe, Kabupaten Sidenreng Rappang, sebuah komunitas bernama Towani Tolotang, bermukim sejak ratusan tahun lalu. Komunitas ini, terjaga secara turun-temurun dan terus berkembang hingga sekarang ini.

KARENA SAYA LELAKI BUGIS

Banyak teman bertanya mengenai suku-ku
Saya menjawabnya dengan tegas, "Bugis."
Mereka pun bertanya lagi, "Kenapa saya harus menjadi seorang

lelaki bugis."
Jawaban saya sederhana saja.

Perginya Sang Kapten Timnas

DUNIA sepak bola Makassar dan Indonesia, Minggu, 9 Maret 2008 kira-kira pukul 09.15 WIB, berduka. Nus Pattinasarani, sang legenda sepak bola, meninggal dunia di Rumah Sakit Omni Medical Center di Jl Pulomas Barat VI No 20 Jakarta Timur. Nus awalnya dilarikan ke RS
yang dahulu bernama RS Ongkomulyo Medical Center itu pada pukul 05.30 WIB dengan ambulans. Namun sayang, nyawanya tak tertolong.

Mereka Orang-orang Tangguh

MINGGU, 6 Januari 2008, siang itu, gerimis turun menyambung hujan seharian. Tak ayal, pemandangan di kaki bukit Gunung Bulusaraung, tepatnya di Desa Bantimurung, Kecamatan Tondong Tallasa, Pangkep, terlihat sunyi dan gelap tertutup kabut. Meski demikian, kabut itu tetap saja tak bisa menutupi keindahan kampung yang seolah mati karena sepinya suasanasaat itu. Kehidupan yang sangat alami.

Mereka Terlalu Memaksakan "Final Ideal"

*Catatan dari Drama di Balik Drama Saat Chelsea Tersingkir di Semifinal Liga Chmapions 2009

PERTANDINGAN Chlesea versus Barcelona masih menyisakan beberapa detik lagi. Saat itu, Barca berhasil melesatkan gol di masa injury time lewat tendangan keras kaki kanan Andreas Iniesta. Dari tribun penonton, kamera TV menangkap sosok anak laki-laki usia belasan tahun. Sesekali wajahnya menengadah ke papan skor stadion Stamford Bridge, lalu mengarah ke tengah lapangan. Air matanya perlahan mengalir. Anak tersebut berusaha menggigit bibirnya agar air matanya tak terus tumpah. Namun ia tak tahan. Dia menangis sesunggukan sebelum akhirnya dipeluk ayahnya.

Ramalan Mualaf, SBY-JK, dan Bencana di Indonesia

SAYA bertugas di Radar Sulbar (grup Fajar/Jawa Pos) ketika bertemu pria itu. Saat itu. tahun 2004, suatu malam, berselang beberapa jam setelah pemilihan presiden yang akhirnya memenangkan pasangan SBY-JK. Nama pria itu saya lupa. Tapi saya tidak pernah lupa bagaimana sosok dia, dan tentu saja siapa dia sebenarnya. Apalagi, saya memang sempat ikut cukup lama dalam perbincangan politik "kampung" yang malam itu dilakukan di rumah tante saya di Majene yang juga kebetulan baru terpilih sebagai anggota dewan di DPRD Majene.

SEBUAH BAHAN PERENUNGAN BAGI CALON ORANGTUA

(khusus saudara sebangsa dan setanah air yang belum menikah)

Anda umur berapa sekarang?
Saya sengaja memulai dengan pertanyaan ini. Kalau tak senang dengan pertanyaan ini, berarti Anda tidak pede dengan usia Anda. Bisa jadi Anda merasa sudah tua, atau bisa jadi juga ada alasan lain. Yang pasti kalau pertanyaan tersebut mengganggu, silakan setop sampai di sini saja.
Ok...yang lanjut berarti kita sepakat bahwa tidak ada sakit hati, tidak ada buruk sangka, dan tidak ada dendam antara kita setelah Anda merampungkan membaca catatan ini.

Tadi Subuh tak Ketemu Tuhan

Tadi subuh saya terlelap Tuhan
Tadi subuh saya tak menyapaMU Tuhan
Tadi subuh saya tak menyembahMU Tuhan
Tadi subuh saya tak ketemu ENGKAU Tuhan

Saya Kok Ragu dengan Jawabanmu TUHAN?

ASSALAMU ALAIKUM TUHAN. Sabtu, 18 April 2009, tepat pukul 22.30 wita, saya mulai membaca
perbincangan TUHAN dengan aku. Ada 21 pertanyaan aku kepada TUHAN dan TUHAN memberi jawaban dengan jumlah sama ke aku. Baru membaca pertanyaan pertama, dan jawaban
pertama saya sudah takjub. Begitu luar biasanya ALLAH SWT. Pertanyaan yang aku lontarkan dan dijawab TUHAN begitu menarik dan luar biasa. Namun setelah membaca tuntas hingga ke pertanyaan 21, kok saya mulai ragu. Saya ragu akan jawaban-jawabanmu TUHAN ke aku.

Saya Pun Awalnya tak Percaya

*Catatan Ibu Hamil (Dg Basse) Meninggal Kelaparan di Makassar 2008 Silam


SAYA memulai merangkai kalimat untuk tulisan ini tepat pukul 23.20 wita (berdasarkan jam di redaksi kantor di mana saya bekerja, Harian Fajar), Jumat, 22 Mei malam. Entah kenapa, saya kok tiba-tiba tertarik untuk duduk berlama-lama lagi di depan komputer. Mencoba menahan perih mata-mungkin akibat pantulan cahaya layar komputer-untuk sebuah tulisan yang bisa jadi akan dicemooh. Bisa jadi akan dicap hanya apologi. Atau berbagai komentar negatif lainnya.