Rabu, 17 Juli 2013

Mirah

10 Mei 2012, terakhir aku menyentuh tubuhmu. Kini kita sedang di perpisahan panjang.


Bukan aku yang menginginkan perpisahan ini. Sebab jika aku yang melakukannya, ini pasti sudah kuhentikan. Aku ingin bersamamu, selalu. Kau harus percaya itu.

Ini kehendak Tuhan, Mirah. Yang Khalik menginginkan kita berpisah dulu. Entah apa rencana Tuhan. Tapi, seperti biasa, DIA ingin yang terbaik buat kita. Kau harus seyakin aku, Mirah.

Bagaimana kabarmu kini. Kudengar, setelah aku sakit, kau sudah bersama dua pria lain. Apakah mereka memperlakukanmu seburuk aku? Ya, aku tak perlu malu mengakui perlakuanku buruk padamu. Aku dulu jarang memandikanmu. Tapi sudahlah. Itu masa lalu.

Oh ya, Mirah. Seperti yang sering aku bilang dulu, banyak orang baik di sekitarku. Aku mampu bertahan pada kematian kecil ini berkat mereka. Doa, semangat dan kelucuan mereka membuatku tak pernah ingin menyerah.

Kau juga salah satu penyemangatku. Aku ingin bersamamu kembali karena masih sangat singkat kebersamaan indah kita. Aku masih ingin bersamamu menemui mamaku. Pertemuan dengan mamaku selalu menyenangkan. Itu berkat kau. Tak pernah ada kata tidak jika aku mengajakmu pulang kampung. Menyusuri jalan berlubang serta berdebu di Maros dan Pangkep adalah suka duka kita bersama malam yang sepi. Kau benar-benar mampu menggantikan peran Astri.

Maaf Mirah, Arung Mario-ku sudah bangun, sudah dulu ya.

Barru, 21 Juni 2013
(Mengisengi pagi)














Catatan kaki:
Mirah: Nama motorku, Suzuki Smash warna merah
Dua pria lain: dua orang yang gantian memakai Mirah sejak diriku sakit
Memandikanmu: mencucimu
Astri: motor Honda Astrea lamaku.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Terima kasih atas kunjungan dan kritikan Anda di blog dan tulisan saya