Rabu, 17 Juli 2013

Perempuan-perempuanku

Dan pada hidup yang indah ini, aku punya kalian; perempuan-perempuan tercintaku.

Oleh: Amiruddin Aliah


Baru saja melepas pelukan. Dia perempuan ketiga yang aku peluk malam tadi hingga pagi ini.

Panggilannya Rara. Nama lengkapnya, Aura Nursabila. Dia senang aku peluk, tapi Rara harus sekolah pagi ini. Tak masalah, toh siang nanti dia akan pulang dan aku punya waktu yang panjang untuk memeluknya lagi.

Aku menyayanginya sebagai seorang anak. 2004-2005 lalu, saat harus bekerja jauh di Majene dan Masamba sana, aku sering bersedih saat meninggalkannya. Kami hanya bertemu awal bulan dan berpisah di awal bulan juga. Pertemuan yang singkat dan pantas diganjar kesedihan untuk akhirnya.

Takdir memang selalu memisahkan kami. Saat aku sudah bekerja di Makassar dan punya rumah sendiri, bapak dan mamanya (sapaan untuk kakek/nenek dari garis ibunya) telanjur dekat dengan Rara. Dia pun masuk SD di Barru. Tapi saat libur, Rara pasti bersamaku.

Lalu Tuhan memberiku waktu bersamanya yang lebih lama kini. Aku menyayanginya dan Tuhan tahu itu.
****
Pagi ini, Syifa masih pulas. Padahal sudah dua kali aku coba membangunkannya. Tak masalah, sekolah TK-nya nanti jam 8. Sekarang baru pukul 07.08. Dia juga tak perlu buru-buru. Selesai mandi, sekolahnya di belakang rumah.

Asyifa Syafira. Itu nama panjangnya. Rabu malam, ia menangis di depan kamar. Cukup lama. Rara bilang adiknya menangis karena dia tak mau membagi telur dadarnya. Namun sepertinya bukan itu alasannya. Kalau cuma karena telur, ia harusnya tak sampai tersedu-sedu.

Aku memanggilnya dengan sangat sayang.

"Siniki, Nak. Siniki."

Syifa langsung melepas pelukannya pada dinding kayu pengaman jembatan menuju kamar kami. Dia menghambur naik ke pangkuangku. Aku berusaha membuatnya senyaman mungkin. Hingga akhirnya, tangisannya reda di atas kursi roda bersamaku.

"Kenapa menangis, Nak?"

Syifa tak menjawab.

"Sudah makan, Nak sayang?" Akhirnya dia mengangguk. Entah apa yang membuatnya menangis karena setelah itu dia tertidur. Mungkin ia merasa aku abaikan.

Baru saja Syifa bangun. Sekarang pukul 07.30 dan ia menyandarkan kepalanya di wajahku untuk dicium. Aku menyayanginya dan Tuhan tahu itu.
******
Ibu mencium keningku. Pagi ini dia harus cepat turun ke bawah dan mencuci. Banyak yang harus dicuci termasuk sarung dan seprei berbau pesing.

Namanya Andi Eka Vuspasari. Tapi sehari-hari, aku, Rara, Syifa dan Arqam Arung Mario memanggilnya ibu. Aku dan Eka pertama bertemu di kampus Unhas. Satu siang di Agustus, awal pertemuan kami. Aku membentaknya dan dia menangis. Singkat kisah, kini kami suami istri.

Aku menyayanginya. Tapi aku pikir dia lebih menyayangiku. Sudah setahun lebih dia merawatku. Sebagai manusia biasa, dia juga pernah mengeluh. Namun bukan lantaran harus membersihkan kotoran dari badanku setiap hari.
Dia juga pasti tak mengeluh hanya karena setiap hari harus mengangkat kakiku dan membantuku berdiri. Eka perempuan kuat.

Beberapa bulan sebelum ulang tahunnya yang ke-23 23 April lalu, saya menjanjikan kado untuknya. Aku berharap sembuh di ulang tahunnya itu. Pasti akan jadi kado istimewa. Apalagi selama ini, aku tak pernah terlalu peduli dengan ulang tahunnya. Sama seperti tak pedulinya aku dengan hari ulang tahunku sendiri.

Manusia tetap saja hanya sebatas berencana. Pada akhirnya, siapa yang mampu melawan kehendak Ilahi. Sekarang sudah pengujung Juni dan kado itu belum bisa kuserahkan.

Tapi Tuhan pasti tahu bagaimana aku menyayangi istriku. Aku berharap kado kesembuhan yang aku janjikan bisa kupersembahkan padanya sebelum ulang tahunnya yang ke-33 (Maaf tadi ada kesalahan penulisan usia. Sedikit terpengaruh dengan wajahnya yang menjaga mudanya).
********
Kini, tinggal aku dan Arqam di kamar. Dia masih tidur. Saat ini sepi.

Kalau lagi sepi, aku pasti ingat mamaku. Bagaimana ya kondisinya kini? Dia perempuan hebat. Cara dia menyayangiku sejak kecil hingga hari ini tak mungkin terbalas dengan apapun. Takkan mungkin dengan cara apapun.

Mamaku kini di RS. Mungkin akan segera dioperasi. Pertengahan November 2012, suatu malam, mama sakit perut. Ia akhirnya dilarikan ke RS Andi Makkasau Parepare. Ada gangguan di ususnya dan sudah dioperasi sekali di RS Wahidin Januari lalu. Setelah operasi itu, ia harus menjalani kolostomi atau pemindahan saluran pencernaan untuk buang air besar (BAB). Sudah empat bulan mamaku juga menjalani kemoterapi. Setelah delapan kali kemo, kini operasi untuk penyambungan saluran pembuangan ke anus dipersiapkan dokter.

Aku begitu mencintai mamaku. Jika Tuhan memberi kami kesempatan untuk sama-sama sehat kembali, aku berjanji akan merawatnya dengan baik. Di masa lalu, aku sering mengabaikan beliau dan balas budi baru sebatas rencana.

Aku yakin Tuhan menyayangi mamaku. Makanya aku titip nasibnya pada-NYA. Aku selalu yakin DIA memilihkan jalan hidup terbaik untukku. Dan kalau kesembuhan yang kuharapkan adalah jalan terbaik itu, maka DIA akan memudahkannya. DIA akan menghilangkan rasa sakitnya.
******
Aku berdoa mamaku sehat kembali. Sebab kehilangan itu berat. Aku sudah merasakannya.
4 Maret 2012, Umming-ku meninggal dunia. Awalnya, setelah mendengar kabar berpulangnya nenekku itu, aku tak ingin sedih. Namun ternyata aku tak kuat. Di anak tangga pertama, aku sudah tak bisa menahan air mata.
Hari itu, untuk pertama kalinya aku merasa kehilangan orang tercinta.
Kini hanya foto di HP-ku yang menjaga kenangan kami.
*****
Setelah Umming berpulang, aku sakit dan mamaku juga sakit, ingatan tentang Rahma mulai sering muncul.

Entah kenapa, ingatan kepadanya selalu saja berujung perasaan sedih. Mungkin karena aku sering memikirkan bahwa semua akan lebih mudah andai dia ada bersama kami.

Dia kakakku. Saya juga selalu ingin menjadikan dia perempuan istimewa. Saya ingin membahagiakannya sebagai seorang saudara. Tapi tidak, itu semua hanya imajinasi. Semu. Itu hanya kerinduan yang tak pernah berwujud. Sebab waktu telah memisahkan kami sebelum saya sempat mengenalnya.

Telah lama dia tenang di surga. Telah lama dia meninggalkan kami semua. Tapi dia pasti tahu, saya sangat mencintai dan sangat merindukannya seperti perempuan-perempuanku yang lain.

Barru, 30 Mei 2013
(Saat tunggu giliran mandi)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Terima kasih atas kunjungan dan kritikan Anda di blog dan tulisan saya