Rabu, 17 Juli 2013

Bagian 2 Perginya Seorang Teman

SIANG itu di kampus Unhas. Entah untuk keperluan apa saya datang ke fakultas sastra. Hari itu saya ditemani putri sulungku, Rara.


Kami tiba siang. Saya ingat sebab tak beberapa lama di kampus, saya segera mencari tempat untuk salat.

Aneh juga rasanya siang itu. Lima tahun kuliah lalu setelah itu beberapa tahun saya masih sering masuk kampus, tapi kok bingung mencari musalah. Musalahnya di lantai dasar, tapi saya malah mencari ke lantai II dan III.

Singkat cerita, setelah kebingungan mencari, dari lantai III, saya turun kembali ke lantai II. Di situlah saya melihat orang sedang berwudhu.

Di tempat salat itu, ternyata sudah ada H Basir Kadir, teman sekantor saya di Harian Fajar. Seperti masa-masa di kantor, dia selalu mendahului saya salat. H Basir selalu tepat waktu dan saya baru muncul setelah dia mengucapkan salam atau sedang duduk bersantai usai salat.

Masih seperti biasa, dia kembali mencandaiku dengan cara memujiku. Dia masih di tempat itu saat salat saya sudah masuk rakaat ketiga.

Ketika dia berdiri dan akan turun tangga, saya tersadar.

"Loh, kan H Basir sudah meninggal."

Lalu saat itu saya mendongak. Saya begitu ingin melihat wajahnya. Tapi seperti saat pertama melihatnya tadi, wajah itu terlihat tak jelas.

Namun meski terlihat samar-samar, saya bisa memastikan bahwa almarhum mengenakan kacamata, celana kain dan baju kemeja.

Setelah H Basir pergi, saya terbangun. Subuh ini, almarhum mendatangiku. H Basir "membangunkanku" untuk salat. Itu memang kebiasaan beliau semasa hidupnya di kantor. Saat kami tengah amat sibuk bekerja dan nyaris lupa waktu, dia kerap kali muncul untuk mengingatkan tentang salat.


Kamis, 11 Juli 2013
(Subuh yang dingin)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Terima kasih atas kunjungan dan kritikan Anda di blog dan tulisan saya