Rabu, 17 Juli 2013

Perginya Sang Penggelitik

Kabar pagi ini tentangnya. Allah swt mencintainya, dan Senin, 15 Juli, pukul 10.20 Wita, di RSPAD Jakarta, dia telah berpulang ke rahmatullah. Inna lillahi wainna ilaihi rajiun.

Sang Penggelitik, Fuad Rumi telah pergi. Kolomnis Fajar: Gelitik, itu telah menghadap Tuhan-nya. Fuad Rumi meninggal dunia setelah sakit beberapa pekan.

Banyak yang kehilangan. Itu pasti.
Bukan hanya civitas akademika Universitas Muslim Indonesia (UMI), sahabat-sahabatnya, orang-orang yang selama ini menganggapnya sebagai guru, tapi juga para penikmat tulisannya.

Setiap pekan, Fuad Rumi memang selalu muncul dengan tulisan-tulisan menggelitiknya yang sarat kritik.

Saya salah satu yang senang membaca buah pikiran Fuad Rumi. Sambil membaca, saya kadang mangguk-mangguk. Lain waktu tersenyum sendiri. Kadang saya berpikir, "Kok ini ustaz bisa berpikir sampai ke sana."

Itulah Fuad Rumi. Dengan gayanya sendiri, ia mengusik saya dan tentu saja menggelitik orang yang ingin ia gelitik.

Salah satu tulisan beliau yang saya senangi berjudul, "Cicak dan Nyamuk Antikorupsi".
Itu tulisan Juli 2011 silam beliau.
Begini tulisan tersebut....

Seekor cicak diam terpaku di dinding sebuah rumah. Beberapa nyamuk beterbangan tidak menggugah seleranya. Seekor nyamuk betina memberanikan diri semakin dekat sembari bertanya. “Hai cicak ganteng kenapa loyo sekali tampaknyan lapar ya?”
“Ya saya lapar nih. Sudah lama belum makan,” jawab sang cicak.

“Hah? Bukankan di sekitarmu banyak nyamuk yang biasa kau mangsa? Apakah kamu sakit gigi atau kamu patah hati,” tanya nyamuk.

“Tidak, aku tidak sakit. Aku ragu-ragu memakan kamu.”

“Kenapa ragu cicak? Apa penyebabnyan aku tidak mengerti?”
“Baiklah nyamuk, aku buka rahasia. Aku ragu dalam tubuhmu mengalir darah koruptor. Aku tidak mau darahku bercampur unsur yang tidak halal,” kata cicak.

Singkat cerita nyamuk bertanya apa sebabnya. “Aku banyak belajar dari manusia soal halal dan haram,” kata cicak.
“Oh begitu itu sebabnya kau ragu aku baru saja memangsa darah koruptor. Tapi kamu nanti bisa mati kelaparan kalau begini,” kata nyamuk.
“Ah tidaklah. Aku tidak akan mati hanya karena tidak makan yang haram. Bukankah Tuhan sudah menjamin rezeki seluruh mahluknya,” kata sang cicak.
“Tapi bukankah hal haram dan halal itu hanya berlaku bagi manusia.?
“Benar. Tapi cobalah terbang berkeliling dan perhatikan manusia. Hukum halal haram sudah hampir mereka campakkan. Jadi mending prinsip halal dan haram kita yang pakai.”
“Benar juga katamu cicak. Aku juga mau ajak kawan kawanku tidak mengisap darah koruptor.”
“Baguslah nyamuk, mari kita menjadi lebih manusiawi. Biarlah manusia yang menjadi hewani hehehehehe,” ujar cicak........

Lalu akhirnya, pemilik tulisan itu pergi. Tapi pesan tulisan itu akan selalu kita ingat.

Tak hanya berkomunikasi satu arah lewat tulisannya, saya dan Fuad Rumi juga berteman di facebook.
Beliau terakhir mengubah statusnya pada 17 Mei.

Bunyi statusnya, "Innallaha Rabbiy wa Rabbukum fa'buduhu hadza shiratun mustaqim... sesunggunya Allah Rabbku dan Rabb kalian, maka beribadahlah kepadaNya, itulah jalan yang lurus.(Alquran)."

Dalam status sebelumnya di hari yang sama, Fuad Rumi menulis, "Bahkan yang ingkar pun butuh Rabb." Di hari yang sama ia juga menulis status lewat BlackBerry, "Manusia memang butuh Rabb dan Ilah, dan itu hanya Allah."

Pada 12 Mei, masih melalui BlackBerry, Fuad Rumi juga menuliskan status, "Aku bilang tubuhku, padahal dia bukan milikku. Aku tak kuasa terhadapnya, padahal aku sering menggunakannya sesukaku."

Selamat jalan Sang Penggelitik, karena Allah swt sudah menginginkan tubuh yang telah kau gunakan dengan baik termasuk untuk menulis gelitik, kembali kepadaNYA. (*)

Barru, 15 Juli 2013
(Doa dari jauh untukmu)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Terima kasih atas kunjungan dan kritikan Anda di blog dan tulisan saya