Selasa, 16 Juli 2013

Aku dan Mielitis Transversa

Mutty, teman kantorku baru saja muncul di pintu saat saya terbangun, sore itu. "Kakiku bergerak! Saya bisa jalan lagi. Lihat Mutty. Ibu, bangun, saya sembuh!" Saya berteriak sambil menggerakkan kedua kaki. Memperlihatkannya pada Mutty dan istriku yang juga tertidur.


Dan setelah momen bahagia di Sabtu dini hari, 2 Juni 2012 itu, saya tertidur lagi. Lalu bermimpi lagi. Mimpi yang sama. Tentang badanku yang normal kembali.

Mimpi-mimpi itu begitu nyata. Setiap saat, dia datang. Entah untuk memberi semangat atau menjadi pesan bahwa kesembuhan saya hanya sebatas mimpi. Ya, seperti halnya saat saya menulis ini, beberapa saat setelah mimpi-mimpi tentang kondisi tubuh saya yang sangat normal dan aktivitas dunia nyata yang saya lakoni setiap hari.

Mimpi kali ini bahkan sedikit aneh. Saya sudah keluar rumah sakit dan kembali ke rumah. Dalam mimpi saya bertanya, "Jangan-jangan ini hanya mimpi lagi?" Saya merasa ragu sebab hampir setiap hari saya bermimpi sembuh, bisa menggerakkan kaki atau beraktivitas lagi. Saya tak mau kecewa lagi saat subuh, terbangun dan menghadapi kenyataan bahwa saya masih di ruang perawatan yang tak ubahnya penjara kecil.
Dan di mimpi itu saya benar-benar diyakinkan bahwa ini bukan lagi mimpi. Ini sudah nyata. Saya benar-benar sudah sembuh. Sudah bisa berjalan meski masih tertatih. Sungguh menyenangkan. Perasaan bahagia muncul setelah adanya kepastian bahwa saya memang tidak sedang bermimpi. Hingga akhirnya saya terbangun. Seluruh kebahagiaan pun hilang.
****************
Jumat,15 Juni 2012. Jam dinding di Ruang perawatan Palm B 2 No. 14 menunjukkan pukul 03.00 wita. Tenang sekali dini hari ini. Yang terdengar hanya suara kipas angin dan sesekali suara batuk pasien atau penjaganya.

Tak terasa, sudah 35 hari saya dirawat di Rumah Sakit Wahidin Sudirohusodo (RSWS) Makassar. Kamis, 10 Mei lalu, saat sedang makan siang tiba-tiba saya merasakan sakit lalu kaki hingga bagian perut tak bisa digerakkan. Saya lumpuh dan harus ke RS siang sekira pukul 13.30 wita.

Seolah hanya mimpi. Saya yang hari itu berusia 33 tahun 8 bulan dan 26 hari, yang baru saja bercanda lewat telepon dan BBM dengan beberapa teman, tiba-tiba sudah sakit, tergolek lemah di UGD, tak sadar lalu kritis. Beruntung, setelah melalui berbagai tindakan medis saya masih bisa bertahan hidup sejauh ini.

Awalnya saya didiagnosa terserang Guillain Barre Syndrome (GBS) atau gangguan di mana sistem kekebalan tubuh menyerang bagian dari sistem saraf perifer. Gejala pertama dari gangguan ini meliputi berbagai tingkat sensasi kelemahan atau kesemutan di kaki.
Tapi ternyata bukan. Terakhir penjelasan dokter saya mengalami Penyumbatan pembuluh darah pada sumsum tulang belakang. Semacam "strok".

Sakit dan tergolek di ranjang RS adalah pengalaman pertama saya. Selama 33 tahun baru kali ini saya menjalani opname. Sungguh karunia Allah swt. Sebelum-sebelumnya hanya istri dan tiga anak saya yang bergantian masuk RS.

Menjadi orang sakit ternyata memang tidak enak. Tersiksa. Menyebalkan dan yang pasti, menjalaninya berat. Dari kondisi sangat normal termasuk masih sempat bermain bola sehari sebelum saya sakit, kini hanya bisa menatap langit-langit kamar seraya berharap mukjizat Allah swt. Mukjizat bahwa separuh badan saya benar-benar bisa kembali digerakkan.

Berada di rumah sakit seperti sedang berada di tempat penantian yang sangat amat membosankan.
Tidak ada kepastian tentang kapan kesembuhan akan datang. Begitu berharganya sehat. Sama sekali tidak bisa ditukar dengan apapun. Jadi, jagalah kesehatan saudara.

(Makassar, Jumat, 15 Juni 2012, masih subuh, beberapa saat setelah Irlandia "tersingkir" dari Piala Eropa).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Terima kasih atas kunjungan dan kritikan Anda di blog dan tulisan saya