Selasa, 16 Juli 2013

Tuhan, Tolong Sepakbola Kami

Begadang semalaman tidak akan sia-sia bagi para penggila bola. Laga-laga yang tersaji mulai Minggu malam hingga Senin dini hari tadi benar-benar menarik.
Ada derbi kota Manchester yang dimenangkan Manchester United dengan skor 3-2. Gol Robin van Persie di masa injury time membuat pemain Manchester City harus tertunduk meninggalkan Etihad Stadium.

Yang lebih dramatis adalah nasib Tottenham Hotspur saat mereka bertandang di markas Everton. Kemenangan 1-0 seolah sudah di depan mata saat jam stadion
Goodison Park sudah memperlihatkan waktu normal habis. Tapi sekali lagi, dramatis!! Mereka kebobolan dua gol di masa injury time.

Jika Liga Inggris sukses menyajikan laga-laga dramatis, Liga Italia dan Spanyol juga tak kalah serunya. Dari Liga Italia, dua tim penghuni papan atas, inter Milan dan Napoli saling bertemu. Skor 2-1 bagi kemenangan Inter Milan menjadi jaminan begitu ketat dan menariknya duel ini.

Pencinta Liga Spanyol juga tak rugi begadang. Laga Barcelona yang diperkuat Lionel Messi kontra Real Betis sungguh menghibur ditonton. Skor 2-1 untuk Barca. Pertandingan yang ketat.

Masih di Liga Spanyol, sajian pertandingan Atletico Madrid versus Deportivo La Coruna juga membuat mata tidak terpejam. Los Rojiblancos menang 6-0. Lima gol di antaranya dicetak striker berkebangsaan Kolombia, Radamel Falcao. Sungguh persembahan luar bisa dari Falcao yang sayang jika dilewatkan.

Begitu menarik sajian laga-laga di layar TV tersebut. Menyaksikan kompetisi seperti itu, semenarik itu, di negeri dengan sebagian besar rakyatnya penggila bola ini sepertinya mustahil. Tidak mungkin.

Berdasarkan data, memang ada
7 juta pesepakbola di negeri ini.
66 ribu di antaranya terdaftar. Jumlah itu jauh lebih besar dari sejumlah negara yang menggelar kompetisi berkualitas. Tapi sepakbola kita sedang sakit.

Kualitas pertandingan kita masih sangat terlalu jauh di bawah kompetisi di Eropa atau bahkan di negara Asia lainnya seperti Jepang, Korea Selatan atau negara-negara di Timur Tengah. Kondisi ini tak lepas dari bobroknya persepakbolaan di negeri berpenduduk kurang lebih 240 juta jiwa ini. Kepentingan politik dan egoisme segelintir orang yang tidak tahu diri telah merusak segalanya. Tak ada prestasi. Kita gagal di semua even internasional. Paling terbaru, kita gagal di piala AFF, kompetisi antar bangsa-bangsa di Asia Tenggara. Banyak yang menilai kegagalan itu disebabkan keengganan klub ISL yang belakangan mengakui La Nyalla Mattalitti sebagai ketua PSSI untuk melepas pemainnya bergabung di timnas. Jadinya, pemain berkualitas tak ikut berbaju garuda.

Kini, FIFA telah geram. Mereka marah melihat tingkah kanak-kanak para "perusak sepakbola" negeri ini. Ancaman sanksi tegas dilontarkan lewat surat. Isinya termasuk Timnas Indonesia tidak bisa berkompetisi di level internasional.

Apakah mereka yang di kubu PSSI Djohar Arifin dan PSSI La Nyalla takut? Hehehehe. Tampaknya tidak. Mereka malah saling tuding. Kongres Luar Biasa yang sejatinya menjadi tempat berdamai kedua kubu tak terlaksana sesuai keinginan FIFA dan rakyat Indonesia.

PSSI Djohar berkongres di Palangkaraya 10 Desember ini dan di saat bersamaan PSSI La Nyalla berkongres di Jakarta. Jelas tidak tampak itikad baik kedua kubu.
Meski mereka muncul di TV sama-sama mengklaim diri di posisi yang benar.

Dengan kenyataan seperti ini, sanksi terberat dari FIFA sepertinya menjadi takdir terbaik bagi sepakbola kita. Biarlah PSSI dibekukan, biarlah timnas tak berlaga di kancah internasional. Atau kalau perlu biarlah kompetisi ditiadakan. Ini akan menjadi pelajaran berharga. Sambil melakukan pembinaan usia dini, kita tunggu Djohar cs dan La Nyalla cs sadar. Dan jika tak juga berubah, menjauhkan tangan mereka dari sepakbola kita adalah mutlak. Entah caranya seperti apa. Tuhan yang lebih tahu.

Barru, Senin sore, 10 Desember 2012 (saat lagi galau memikirkan sepakbola Indonesia)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Terima kasih atas kunjungan dan kritikan Anda di blog dan tulisan saya