Rabu, 04 Februari 2009

Janda Beranak Tiga dan Korupsi KPU

KAMIS, 15 Januari 2009, dua pria itu baru saja masuk ke halaman kantor KPU Kota Makassar. Setelah memarkir motor yang mereka pakai berboncengan, satu di antaranya duduk di samping saya.

"Yang tadi itu, sekretaris KPU, ya?" Saya mencoba menanyakan ke salah satu staf KPU, siapa pegawai yang baru tiba dan langsung masuk ke kantor KPU di Jl Anggrek, Makassar.


"Oh itu mantan bendahara. Namanya Pak Ashari," jawab pria yang duduk di samping saya di meja satpam.

Berselang beberapa menit, Ashari keluar dan duduk di samping saya. Ketika itu, ia melihat-lihat buku religi yang dijual seorang ibu tua. "Beli maki Pak. Ini bagus." Ibu tua yang tiba sebelum Ashari keluar mencoba menawarkan buku jualannya.

Ashari terlihat manggut-manggut membaca salah satu buku yang disodorkan ibu tadi. Berselang beberapa menit kemudian, ia merogoh saku celananya dan mengeluarkan selembar uang kertas dan memberikan ke ibu penjual buku.

Ashari tak membeli buku. Ia hanya memberi uang ke ibu tadi. Sejurus kemudian, ibu itu pun pergi disusul Ashari yang kembali masuk ke kantor KPU.

Ashari? Ya, nama itu beberapa waktu belakangan ini menjadi topik perbincangan warga Makassar. Dia tersangka korupsi anggaran KPU Makassar yang menurut polisi totalnya Rp 600 juta. Nama lengkapnya Muhammad Ashari.

Melihat dia begitu pemurah, tentu sedikit meragukan jika ia ternyata tersangkut kasus korupsi dan sejak 20 Januari lalu harus mendekam di tahanan Polwiltabes Makassar.

Korupsi yang dilakukan Ashari terjadi menjelang pemilihan walikota dan wakil walikota Makassar, 29 Oktober lalu. Kasus ini terungkap ketika sekretaris KPU, Sabaruddin meminta rekening koran dari Bank Sulsel. Ia mencoba membandingkannya dengan buku khas harian KPU. Ternyata beda. Makanya, ia langsung melapor ke Ketua KPU Makassar ketika itu dijabat Zulkifli Gani Ottoh dan langsung diperintahkan melakukan klarifikasi ke bank Sulsel. Hasilnya diketahui bahwa Ashari telah mengalihkan anggaran logistik KPU Rp 7.250.000.000.

"Saya berharap bunga uang tersebut untuk menutupi uang KPU yang saya gunakan. Tapi belum sempat saya ambil bunganya, sudah terbongkar. Saya terpaksa melakukan ini. Saya terdesak. Uang saya Rp 40 juta dibawa lari perempuan yang kerja di salon. Dia belikan spring bad dan emas. Saya pusing cari uang, makanya saya coba-coba
ambil uang KPU dan ternyata berhasil," ujar Ashari kepada saya di ruang kerja sekretaris KPU Makassar, Sabaruddin, Kamis, 15 Januari. Belakangan diketahui bahwa uang Rp 40 juta tersebut hanya sebagian kecil dari jumlah uang KPU yang "ditilep" Ashari. Uang sekira Rp 600 juta yang menjadi jumlah kerugian dalam kasus ini dihabiskan Ashari untuk berpoya-poya.

Kepada saya, Ashari membeberkan secara lugas bahwa awal September 2008, dia berpacaran dengan seorang janda beranak tiga bernama Nurnaningsih alias Inka. Belakangan, ia tahu jika wanita itu ternyata sepupu tiga kali dari ibunya.

"Kami berdua sepakat akan menikah setelah Idul Fitri tahun ini (2008)," katanya sambil tertunduk di samping saya.

Namun sayangnya, bayang-bayang pelaminan yang sudah sering menjadi bunga tidur Ashari, tak kesampaian. Enam hari sebelum lebaran Idul Fitri, Inka kembali ke suaminya yang telah pisah selama empat tahun. Tak hanya meninggalkan luka di hati Ashari, si Janda juga membawa uangnya Rp 12 juta rupiah. Kuitansi pembelian emas Rp 5
juta juga dikantongi Inka.

Akhirnya Ashari pun terdesak. Di tengah kegalauannya, muncullah pikiran jelek Ashari. "Ya.......mengambil uang KPU Makassar. Memasukkan ke rekening saya, dan bunganya untuk menutupi uang KPU yang saya ambil." Begitulah ketika itu yang ada di benak Ashari.

"Itulah, awal niat memindahbukukan uang kas kantor KPU Makassar dari Bank Sulsel ke deposito dan tabungan BCA muncul di otak saya," ceritanya ke saya. Sesekali ia melirik ke sekretaris KPU dengan wajah memelas.

Kasus ini berawal ketika pada 9 September 2008 lalu, Sekretaris KPU Makassar, Sabaruddin menandatangani cek senilai Rp 250 juta dengan nomor cb 011632. Namun, Ashari yang dipercaya melakukan pencairan uang di Bank Sulsel justru mengubah nilai uang yang tertera di cek menjadi Rp 3.250.000.000. Ashari yang memang menulis sendiri cek itu awalnya sudah memberi ruang kosong untuk penambahan angka di cek itu.

"Saya memang memberi tempat kosong. Saya hitung-hitung berapa jaraknya untuk mengisi angka yang akan saya tambahkan," kata Ashari.

Setelah mencairkan uang, Ashari lalu memasukkannya ke BCA dengan nomor rekening 0255519439 atas namanya sendiri. Namun, Ashari tak berhenti sampai di situ. Sembilan hari berselang, ia mencoba melakukan hal yang sama. Kali ini, nilainya lebih besar. Saat itu, Jumat, 19 September, Sabaruddin kembali menandatangani cek nomor CB 011633
senilai Rp 25 juta. Ini karena Ashari meminta pencairan dana untuk operasional tahapan pemilihan walikota. Bukannya digunakan untuk operasional, Ashari malah kembali mengubah nilai yang tertera di cek yang ditulis sendiri menjadi
Rp 4.025.000.000. Ia menambahkan angka 4 dan 0 di depan jumlah asli, lalu mencairkannya. Setelah itu, Ashari langsung menabung Rp 4 miliar ke BCA KCU Makassar dengan rekening nomor 0255519439.

Sisanya Rp 25 juta dimasukkan ke brankas KPU dan dicatat dalam buku kas harian bendahara hari itu juga. Tapi sepandai-pandai Ashari menyembunyikan aksinya, akhirnya tercium juga. Kasus ini terbongkar ketika Sabar meminta rekening koran dari Bank Sulsel. "Saya mencoba membandingkannya dengan buku khas harian, ternyata
beda. Makanyanya Pak Zul (ketua KPU ketika itu, Zulkifli Gani Ottoh, red) memerintahkan saya mengklarifikasi hal ini ke bank," kata Sabar.

Ashari bukannya menyerah ketika Sabar meminta rekening koran. Ia malah kembali menjalankan aksi babak keduanya. Setelah mendapatkan rekening koran asli yang berisi penarikan Rp 7 miliar dari rekening KPU, ia lalu menscannya dan mengubah isinya untuk selanjutnya menyerahkannya ke Sabar.

"Saya scan di dua tempat berbeda. Saya lupa di mana itu," kata Ashari menanggapi pernyataan Sabar sambil tertunduk.

Beruntung, uang yang sudah ditransper ke beberapa rekening milik Ashari itu bisa diselamatkan. "Kita langsung bergerak cepat dan menyita semua rekeningnya. Setelah itu kita transper lagi ke rekening KPU," beber Sabar.

Transper ini dilaksanakan 15 Oktober. Jumlah dana yang berhasil dikembalikan Rp 7.250.000.000. Proses pengembalian dana dilakukan tim yang terdiri dari Sekretaris, H. Zainal Abidin, S. Sos (Bendahara Pengganti) Mohammad Ashari (mantan Bendahara Pemilu), Muh. Arifin (Bendahara APBN), dikawal dua pengamanan tertutup KPU
Kota Makassar dari Polwiltabes, Muryanto dan Brigpol Hasanuddin. “Ini atas perintah ketua dan anggota KPU Kota Makassar," kata Sabar.

Ashari sendiri tak bisa lagi berbuat banyak. Ia hanya pasrah. "Semua ini saya lakukan sendiri tanpa ada campur tangan dari keluarga dan teman kantor. Dan segala risiko yang timbul akibat perbuatan saya ini siap saya tanggung sendiri dan
tidak akan saya tanggung dan limpahkan kepada orang lain dan atau teman-teman kantor di KPU Makassar. Saya minta maaf atas kejadian ini," ujar Ashari.

Ashari yang tinggal di Jl Rajawali sebenarnya dikenal cukup baik di KPU Makassar. Selama di sana, ia tak pernah memperlihatkan tingkah buruk. Ia juga menjadi bendahara saat pemilihan gubernur lalu. Dan kepercayaan itu mampu dijawabnya dengan baik. Uang aman, pilgub juga lancar dan akhirnya menghasilkan gubernur baru, Syahrul Yasin Limpo.

"Dia dibodohi setan. Sebab saat pilgub, ia kerja sangat bagus. Mungkin ia baru lihat uang begitu banyak di pilkada walikota," kata Sekretaris KPU Makassar, Sabaruddin seraya menatap Ashary yang hanya bisa berujar,"Siap."

Sabaruddin juga tak segan memuji Ashari. Menurutnya, Ashari pegawai teladan pemkot Makassar 2006 silam. Ashari pun membenarkan itu. "Saya sempat pegawai teladan pemkot tahun 2006. Waktu itu saya masih di Satpol PP. Saya diusul ke kepegawaian. Saat itu pegawai yang diusul 100-an orang kemudian diciutkan menjadi 20 dan terakhir saya yang dipilih sebagai pegawai teladan," beber Ashari.

Kabag Humas Pemkot, M Kasim Wahab juga mengakui bahwa Ashari pegawai teladan pemkot 2006. "Iya memang," katanya. Hanya Kasim tak bisa memberi penjelasan panjang lebar sebab saat dihubungi mengaku sementara makan.
*************
Berselang beberapa pekan pasca terbongkarnya kasus penggelapan ini, pihak kepolisian juga mulai turun tangan. Tak sulit bagi aparat membongkar kasus Ashari ini. Mereka mengawali penyelidikan dengan menyisir di kantor Insprektorat Kota Makassar (Badan Pengawas Daerah. red). Data yang disodorkan Kantor Inspektorat Makassar menyebutkan ada temuan penyelewengan anggaran itu. Dari sinilah, tim penyidik memastikan jika alokasi anggaran untuk Pilkada Kota Makassar mengalami kejanggalan dalam hal pendanaan.

"Temuan Bawasda itulah yang meyakinkan langkah kami melakukan penyelidikan lebih lanjut," beber Kepala Satuan Reserse dan Kriminal Polwiltabes Makassar, Ajun Komisaris Besar Polisi Rudy Herususanto, Minggu 18 Januari.

Dengan langkah pasti, tim penyidik pun mulai menjalankan penyelidikan lanjutan. Kali ini, yang menjadi sasaran adalah sumber-sumber penting di Pemkot Makassar dan pihak KPU Makassar. Sebelum melakukan pemanggilan untuk pemeriksaan, tim penyidik melakukan pengumpulan bahan keterangan di kedua instansi tersebut.

"Kami melengkapi siapa-siapa yang terkait dengan anggaran logistik pilkada tersebut untuk selanjutnya menentukan melakukan pemeriksaan demi kepentingan berita acara pemeriksaan," jelas Rudy.

Seiring dengan tahapan pengumpulan bahan keterangan yang dinilai lengkap, aparat pun mulai melangkah pada tahapan selanjutnya. Kali ini, tanpa dibarengi keraguan, aparat mulai mengabsen satu persatu pihak-pihak yang berkompeten untuk membeberkan data demi mengungkap dalang penyelewengan anggaran itu.

Setidaknya, aparat kepolisian memeriksa enam orang saksi demi mendulang data-data terkait dengan kasus itu. Saksi tersebut di antaranya adalah Kepala Bagian Keuangan Pemerintah Kota (Pemkot) Makassar Agar Jaya, Sekretaris KPU Makassar Sabaruddin, dan Ketua KPU Makassar Zulkifli Gani Ottoh.

Pada penjajakan saksi itulah terungkap nama bendaha KPU Makassar periode 2004-2008. Yang bersangkutan diduga melakukan penggelapan anggaran logistik pemilu.
Dan berselang beberapa jam setelah identitas Ashari diketahui, Senin, 12 Januari, sekira pukul 12.00, tiga polisi pun mendatangi kantor KPU Makassar. Petugas dari tim penyidik Unit Tindak Pidana Korupsi Polwiltabes Makasssar menggeledah sejumlah berkas terkait dugaan korupsi Rp 600 juta di sekretariat lembaga penyelenggara pemilu itu.

Tim ini sempat diterima sekretaris KPU Makassar Sabaruddin sebelum menggeledah ruangan. Hingga pukul 14.20 Wita, tim penyidik baru meninggalkan Kantor KPU.

Hasilnya, tim itu menyita buku bank pribadi dan surat keputusan (SK) pengangkatan bendahara KPU Makassar periode 2004-2008, Azhari.

Saya sempat menanyakan aksi polisi mengobrak abrik kantor KPU ke Ketua KPU Makassar, Misnah. Jawaban yang saya terima adalah bantahan. Menurutnya, tak benar jika kantornya diobrak-abrik polisi untuk mencari barang bukti.

Berita-berita koran lokal Sulsel pasca penggeledahan semua dibantahnya. "Tidak ada yang diobrak-abrik," tegas Misnah yang menyebut kedatangan polisi sekadar untuk penyitaan berkas.

Dari penggeledahan ini, kasus ini kemudian mencuat ke permukaan. Sebab di saat bersamaan, Kapolwiltabes Makassar, Kombes Burhanuddin Andi juga memberi keterangan pers terkait penyelidikan yang mereka lakukan. “Sebenarnya, kasus ini sudah terbongkar sejak Oktober. Hanya saja, belum terekspose. Polisi baru mengendus kasus
ini pertengahan Desember,” kata Kapolwiltabes.

Setelah di tangan polisi, kasus ini sontak mendapat perhatian masyarakat, khususnya LSM antikorupsi. Salah satunya Direktur LP Sibuk, Djusman AR. Ditemui di kafe Dewi-Dewi, Minggu, 18 Januari, Djusman mengatakan tindakan Ashari masuk dalam kategori pengelapan. "Dan dari 30 jenis tindakan korupsi, salah satunya itu adalah pnggelapan," kata Djusman.

Meski anggaran itu tak dihabiskan, namun Djusman menegaskan harus diusut. "Ini harus dituntaskan meski uang dikembalikan. Bagaimana seandainya kasus ini tak terungkap, uang tentu bisa hilang," katanya.
*********************
Warga Makassar boleh senang bahwa pilwalkot telah berjalan sukses dan melahirkan pemimpin yang punya legitimasi karena terpilih secara mayoritas. Namun hasil manis itu bisa saja berubah 360 derajat, jika saja Ashari sampai nekat melarikan diri setelah memindahtangankan uang Rp 7 M lebih ke rekening pribadinya. Ulah Ashari mengelapkan uang Rp 7.250.000.000 ternyata nyaris berbuah fatal. Seandainya ia tak ditemukan, bisa jadi pemilihan walikota akan batal atau minimal tertunda beberapa waktu sebelum ada dana talangan dari pemkot.

Bagaimana tidak, uang itu ternyata untuk pengadaan logistik pemilihan walikota dan wakil walikota yang dilaksanakan 29 Oktober lalu. Sementara, anggaran yang sempat "hilang" dari rekening KPU Makassar tersebut baru bisa dikembalikan
15 Oktober atau 14 hari menjelang hari H pemilihan walikota.

Tak heran, saat proses pencarian Ashari, KPU melibatkan polisi dan satuan polisi pamong praja. Sekretaris KPU Makassar, Sabaruddin, Kamis, 15 Januari, mengatakan, dirinya bahkan sempat dipanggil ke balaikota. "Saya diperintahkan walikota mencari dia (Ashari, red)," kata Sabar.

Memang menurut Sabar, ketika itu Ashari menjadi orang yang sangat dicari. Maklum saja, uang yang ia pindahrekeningkan merupakan honor PPK, PPS, KPPS, serta logistik pemilu. Parahnya lagi, ia sempat menghilang usai memindahkan uang ke rekening pribadinya.

"Hampir batal pemilu seandainya ia tak ditemukan," kata sekretaris KPU itu di ruang kerjanya.

Ashari sendiri mengakui sempat bimbang dan menghilang beberapa saat. Namun lantaran niatnya memang tak ingin mengambil uang itu melainkan hanya membidik bunganya untuk menutupi uang KPU yang ia gunakan, ia pun akhirnya muncul juga. "Saya sempat menghilang tiga hari. Saya tidur-tidur di hotel," katanya mengisahkan petualangannya saat menjadi buronan KPU.

Dalam "pelariannya", Ashari mengaku sempat ketemu pelaksanan tugas sekkot Makassar, yang ketika itu dijabat Ruslan Abu. "Saya ketemu pak sekda di mal. Saya kira sudah mau dipukul. Ternyata tidak. Ia hanya minta semua uang dikembalikan. Saya bilang siap," kata pria yang mengaku tak merokok ini.

Penyelidikan polisi juga sempat terhambat dengan menghilangnya Ashari. Namun berbeda dengan versi Ashari yang mengaku menghilang tiga hari, polisi malah mengatakan, ia sempat menghilang beberapa bulan.

"Setelah keterangan saksi dinilai sudah cukup mendukung, tim penyidik lantas melakukan pemanggilan terhadap Ashari. Sayangnya, yang bersangkutan sempat menghilang beberapa bulan. Jeda tersebut dimanfaatkan penyidik melakukan perampungan dan kelengkapan keterangan beberapa saksi," kata Kasat Reskrim Polwiltabes Makassar,
AKBP Rudy Herususanto. (amiruddin@fajar.co.id)