Rabu, 04 Februari 2009

Sebelas Bulan di Antara Pujian dan Kritikan

TEPAT 4 Maret 2008, Kapolda Sulselbar, Irjen Polisi, Sisno Adiwinoto menjejakkan kakinya di Sulselbar selaku Kapolda yang baru menggantikan Irjen Pol Aryanto Boedihardjo. Harapan-harapan terhadap penegakan supremasi hukum di wilayah yang dipimpinnya pun mengemuka.



Hal tersebut mampu dijawab Sisno. Penegakan supremasi hukum bukan saja bagi warga biasa yang melakukan pelanggaran, melainkan juga aparat kepolisian. Ia tak pandang bulu.
Buktinya, sejak awal bertugas hingga awal November, 15 anggota kepolisian dalam jajaran Polda Sulselbar dipecat karena melakukan pelanggaran. Ketegasan Sisno pun mendapat apresiasi dari berbagai kalangan.

Tak berhenti di situ, mantan Kadiv Humas Mabes Polri itu juga langsung menyikapi instruksi Kapolri, Jenderal Pol Bambang Hendarso Danuri yang ketika itu baru terpilih. Terkait perang atas perjudian, Polda Sulsel menurunkan tim gabungan Densus 88 Polda Sulsel bekerja sama aparat kepolisian Resort Wajo menggerebek arena judi sabung ayam terbesar di Bone, Soppeng, Wajo, dan Sidrap (Bosowasi) di Kelurahan Sompe, Sabbangparu, Wajo, Selasa, 25 November.

Dalam penggerebekan itu, enam penjudi diamankan. Bukan hanya pelaku judi yang harus gigit jari, beberapa perwira juga ikut terkena imbas dalam kasus ini. Kapolres Wajo, AKBP Drs Miyanto SH dan beberapa anak buahnya juga dicopot dari jabatannya.

Saat bersamaan, Sisno juga mencopot Kapolres Mamuju, AKBP Dicky Kusumah SIK SH. Sisno ketika itu mengatakan, pencopotan itu terkait dugaan pembiaran praktik judi.

Tak hanya menindak tegas perwira yang diduga melakukan pembiaran terhadap judi, Sisno juga mulai menginstruksikan ke bawahannya untuk menggencarkan operasi, baik judi maupun narkoba. Hasilnya, Sabtu, 19 Desember, tiga oknum polisi yang salah di antaranya Kapolsek Lamasi ditangkap sedang berjudi di Jl. Kartini Palopo. Kapolsek Lamasi sendiri ketika itu langsung dicopot dari jabatannya.

Untuk kasus narkoba, beberapa polisi juga ditangkap. Kasus terakhir adalah penangkapan dua anggota kepolisian Polwiltabes. Saat coffee morning di Hotel Clarion, Sisno menyebut itu bukti keseriusan mereka berbenah.

"Itu bukti bahwa kami serius melakukan pembenahan ke dalam. Semakin aktif kita melakukan razia, semakin banyak juga yang akan terjaring." Begitu kata Sisno di Clarion Hotel and Convention.

Bandar besar narkoba pun tak dibiarkan Polda di bawah kendali Sisno. Mereka bahkansempat mengamankan 2.993 butir pil ekstasi berikut satu tersangka bernama Ivan Tenges di Jl Bambapuang, No.39, Makassar, Kamis, 18 Desember 2008. Penangkapan ini dilakukan Direktorat Narkoba Polda Sulselbar bekerja sama anggota unit khusus Airport Interdiktion Narkoba Resta Metro Bandara Soekarno Hatta.

Satu keberhasilan lain Sisno yang mendapat paling banyak apresiasi yakni kemampuannya membuat forum diskusi berupa coffee morning yang melibatkan kalangan masyarakat, mahasiswa, hingga pejabat setingkat muspida.
Tak tanggung-tanggung, sampai kegiatan kemarin, Selasa, 3 Februari, coffee morning di tangan Sisno merupakan yang ke-18 kalinya.

"Ia punya pendekatan lain ke masyarakat. Coffee morning itu luar biasa untuk komunikasi dalam bentuk lain. Bersama korpsnya, itu sangat positif. Ia tidak kenal lelah. Mana ada kapolda sebelumnya yang seintens dia. Pilgub juga berjalan aman di tangannya," kata Ketua DPRD Sulsel, HM Roem, Selasa, 3 Februari saat dihubungi melalui telepon selulernya.

Hanya sayangnya, perjalanan karier kepemimpinan Sisno di wilayah Sulselbar tak sepenuhnya mulus. Dalam sepuluh bulan kepemimpinannya selaku Kapolda, berbagai kejadian dan kisruh juga muncul. Di eranya pulalah untuk kali pertama Mapolda didemo korpsnya sendiri. Kamis, 16 Oktober, 70 anggota Satuan Brigade Mobil Daerah (Sat-Brimobda) Sulawesi Selatan (Sulsel) Pa’baeng-baeng, menyerbu Mapolda. Mereka mempertanyakan penanganan kasus dugaan korupsi simpanan anggota Brimob bernilai Rp 3,4 miliar (belum termasuk bunga) di Perhimpunan Koperasi Polisi (Primkoppol).

Kejadian tak lazim ini pun memunculkan kritikan pedas. Direktur Lembaga Peduli Sosial,Ekonomi, Budaya, Hukum, dan Politik (LP Sibuk), Djusman AR yang dihubungi, kemarin di Kafe Dewi-dewi mengatakan, kejadian itu menjadi bukti Sisno tak memiliki wibawa di mata anak buahnya.

"Di antara semua Kapolda yang pernah bertugas di Polda Sulsel, saya pikir dia yang terburuk. Waktu kepemimpinannya yang singkat juga menjadi indikasi buruknya kinerja Kapolda," tegas Djusman.

Tak hanya demo Brimob, Oktober hingga Desember, terjadi beberapa demonstrasi dan tawuran di Makassar. Peristiwa ini terjadi di semua kampus besar di kota ini. Bukan saja tawuran antarmahasiswa, melainkan juga antara mahasiswa dengan warga, hingga polisi dengan mahasiswa.
Khusus tawuran mahasiswa dan polisi, terjadi di dua kampus berbeda. Pada 17 November, mahasiswa Universitas Muhammadiyah (Unismuh) Makassar terlibat adu jotos dan perang batu dengan polisi. Bahkan hari itu terjadi tiga kali. Padahal, pemicunya sangat sepele. Seorang mahasiswa Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik bernama Basyir pada Minggu, 16 November dikabarkan tertembak polisi.

Beberapa pekan kemudian, tepatnya Selasa-Rabu, 16-17 Desember kampus Unhas Unhas juga menjadi ajang kekerasan polisi. Bahkan kasus saling lempar polisi-mahasiswa yang berawal dari demo penolakan BHP, mendapat perhatian dan kritikan banyak pihak, termasuk hingga ke pusat. Saat itulah puncaknya Sisno "digoyang". Desakan pencopotan mencuat ke permukaan.

Banyaknya kasus tawuran dan demo itu ditanggapi Sisno. Menurutnya, kejadian disebabkan provokator. Pada beberapa kesempatan coffee morning, Sisno lantas menyebut perlunya diwaspadai sisa komunis, serta paham DI/TII. Terkait intensitas bentrok mahasiswa, termasuk dengan polisi yang cukup tinggi di akhir tahun atau beberapa bulan setelah ia bertugas, Sisno meragukan itu.

"Saya pikir kalau yang namanya sering itu harus evaluasi. Dibandingkan tahun sebelumnya. Tahun ini misalnya berapa demo dan terjadi anarkisme. Itu kalau mau analisa. Kalau saya pikir, anarkis dan rusuhnya yang kemarin-kemarin mungkin lebih rusuh. Pemerintah dan beberapa komponen mengakui 7-8 bulan ini kondusif," katanya di Hotel Clarion.

Kasus yang tak kalah banyak menyita perhatian publik adalah penetapan mantan koresponden Metro TV, Upi Asmaradana sebagai tersangka oleh Polda Sulselbar. Upi ditetapkan sebagai tersangka atas sangkaan pasal 317 ayat 1 dan atau pasal 311 ayat 1 dan atau pasal 160 KUHP tentang mengadu secara memfitnah dengan tulisan dan atau penghasutan.

Itu terjadi setelah Upi mengikuti aksi kampanye antikriminalisasi pers di Makassar pada 1 Agustus 2008. Saat itu, Upi selaku koordinator Koalisi Jurnalis Tolak Kriminalisasi Pers mempermasalahkan ucapan Sisno yang dianggap menyudutkan wartawan Makassar dalam berbagai forum informal.

Pernyataan Sisno sempat juga muncul sebagai berita. Sejak itu, terjadi silang pendapat antara Upi dan Sisno. Dalam kasus ini, wartawan juga sempat turun ke Mapolda untuk menggelar demonstrasi.

Dari serangkaian kejadian ini, Sisno terus "digoyang". Berbagai informasi soal penggantian dia pun bermunculan. Namun, baru berkisar dua bulan pascainformasi mutasi Kapolda, baru ada realisasi. Tepatnya 27 Januari 2009, TR mengenai mutasi Sisno ke Palembang pun keluar. Ia akhirnya digantikan Inspektur Jenderal Polisi Mathius Salempang setelah 11 bulan memangku Kapolda Sulselbar. (*)