Selasa, 26 Mei 2009

PDAM-ku Sayang, PDAM-ku Malang

MINGGU, 26 April, sekira pukul 15.00 wita, suasana Jl Abdullah Dg Sirua tampak sepi. Tak jauh dari pertigaan Jl Inspeksi PAM, di sebuah lorong buntu, seorang satpam terlihat duduk di balai-balai di bawah sebuah pohon mangga. Di depannya sebuah pergantian tugas security sedang ia periksa.


Melihat saya datang mendekat dengan motor, satpam dengan papan nama Mulyadi tersebut menghentikan aktivitasnya. "Ada keperluan apa Pak?" sapanya.

Ternyata ia satpam PT Traya yang menjadi investor dalam proyek rehabilitasi, operasi dan transper instalasi pengolahan air minum Panaikang Kota Makassar yang kini dikenal dengan IPA 2 Panaikang.

Setelah mengetahui maksud kedatangan saya yang ingin menemui Site Manager PT Traya, Suranto, ia pun berkata,"Bapak tidak masuk Sabtu dan Minggu. Sudah janjian? Ia kan pejabat di sini, tidak seperti karyawan lain. Harus janjian. Kalau mau, Senin saja," katanya kembali.

Saya yang meminta izin untuk memotret kantor yang di halamannya tampak tumpukan ratusan pipa air dengan ukuran besar seperti batang kelapa itu juga tak diberi kesempatan. Setelah memanggil satpam PDAM yang juga bertugas di tempat itu, ia lalu meminta maaf karena tak bisa mengabulkan keinginan saya.

"Tidak bisa ambil gambar Pak. Lagi libur," kata satpam PDAM yang tak memiliki papan nama saat keluar bersama satpam PT Traya yang memanggilnya.

Seperti itulah kira-kira gambaran kantor IPA 2 Panaikang dan PT Traya yang berada di satu lokasi. Sejak 2007 silam, MoU antara kedua belah pihak membuat PT Traya mengelola tempat itu. Seperti anehnya kantor yang tak bisa difoto saat libur, begitu jugalah perjalanan Memorandum of Understanding (MoU) PDAM dengan PT Traya. Bagiaman tidak, kerjasama PDAM dengan PT Traya bukan baru dirancang 2007 lalu saja. Tahun 1998 silam, PDAM Makassar juga melakukan kerjasama
dengan PT Traya bersama PT The Greemon. Saat itulah, muncullah nama Tirta Panaikang.
Hanya saja, setahun berselang, Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI Perwakilan Makassar lewat auditnya meminta MoU dibatalkan lantaran PDAM dinilai akan merugi hingga Rp 7,9 miliar per tahun. Saat itu, MoU sudah ditandatangani walikota Malik B Masri.

Hanya, entah siapa yang bermain, 2005 muncul lagi keinginan untuk menjalin kerjasama dalam pengelolaan IPA 2 Panaikang yang menjadi tumpuan sebagian besar warga Makassar. Ketika itu,
Dirut PDAM Makassar masih Ridwan Musagani. Lelang pun dilakukan dan Traya dinyatakan sebagai pemenang. Belakangan, Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP Perwakilan Sulsel menemukan fakta bahwa itu tak ditenderkan. BPKP pun langsung mengeluarkan rekomendasi ke walikota agar memerintahkan Dirut PDAM membatalkan kerjasama ini.

Satu kejadian aneh muncul lagi dalam proses ini. Sebab meskipun lelang dilaksanakan 2005 silam, namun eksekusi MoU-nya baru pada 2007 atau ketika PDAM Makassar dipegang Tadjuddin Noor. Penandatangan MoU dilaksanakan 4 Mei 2007. Total investasinya Rp 73.053.861.000 ditambah dana preoperasi Rp 5.260.000.000 yang belakangan tak jelas peruntukannya.

Keanehan demi keanehan pun bermunculan menyusul adanya kesepakatan PDAM dengan PT Traya. Pasalnya, berdasarkan hasil investigasi Fajar, ternyata sebelum penandatangan MoU, pihak PDAM telah membentuk tim penilai draf kontrak dengan SK direksi bernomor 0036 tertanggal 9 Maret 2007 atau dua bulan menjelang MoU. Hasil kerja tim penilai draft menyebutkan bahwa anggaran yang layak untuk kerjasama ini hanya Rp 31.496.505.803,85. Ketua tim pengkaji ini bernama A Amalia Malik SH. Namun itu ternyata tak dijadikan patokan. Toh belakangan investasi itu tetap senilai Rp 73.053.861.000 ditambah dana preoperasi Rp 5.260.000.000.

Tak sampai di situ, setahun berselang usai MoU, pada 13 Februari, karena banyaknya muncul pertanyaan terkait MoU ini, PDAM kembali membentuk tim evaluasi PDAM dengan SK direksi No.029 tertanggal 13 Februari. Hasilnya tim ini menilai kewajaran investasi di IPA 2 Panaikang hanya Rp 42,254.481.056. Yang paling aneh lagi ketika evaluasi harga pasar dilaksanakan Maret 2009, malah nilai investasinya hanya diestimasi Rp 25.081.061.950.

Tak heran, jika MoU ini terus mendapat sorotan. Apalagi setelah munculnya hasil audit BPKP yang meminta dilakukan pembatalan karena akan merugikan PDAM sendiri selama 20 tahun.
Dalam perjalanan proyek ini, ternyata belakangan juga diketahui bahwa PT Traya sejak 2007 hingga September 2008 baru melakukan investasi Rp 6,7 M. Sedangkan pihak PDAM sendiri sudah melakukan pembayaran ke PT Traya Rp 19 miliar.

"Setiap orang berhak berkomentar. Namun harus punya dasar kuat yang dapat dipertanggungjawabkan. Terkait investasi PT Traya apa memang benar baru sekian (Rp 6,7 M, red). Juga harus ditahu kenapa bisa demikian, terus apa alasannya dan kenapa terjadi demikian. Harus detail begitu," kata Site Manager PT Traya, Suranto, Minggu, 26 April.

Menurut Suranto, investasi mereka tidaklah seperti angka yang disebutkan. "Itu tidak betul. BPKP juga tidak pernah melakukan klarifikasi ke kami. Harusnya mereka turun lapangan. Kita seolah-olah dikambinghitamkan saja," katanya.

Ditanya berapa jumlah uang yang telah diinvestasikan, apakah sudah Rp 50 M, Suranto mengakui memang belum sampai. Jumlah pastinya juga tak mau ia sebutkan.

"Saya tidak mau sebut. Jangan sampai salah. Apalagi sekarang sedang dibahas adendum. Saya tidak mau," katanya.

Soal pembayaran PDAM ke Traya yang sudah Rp 19 M, ia membenarkannya. Menurutnya, pembayaran itu dilakukan dua tahap masing-masing Rp 7 M dan Rp 12 M. "Tapi itu panjar. Kalau pembayarannya belum. Masih menunggu adendum selesai," katanya.

Ditanya apakah PT Traya memang betul-betul sebagai pemenang tender, ia enggan menjawab. "Saya hanya pelaksana di lapangan. Tolong klarifikasi PDAM saja," elaknya.

Pihak PDAM sendiri saat dihubungi tak ada yang mau memberi komentar. Mulai dari dirut PDAM, Tadjuddin Noor, Direktur Teknik, Rachmansyah, hingga Humas PDAM, Jufri Sakka.

"Langsung ke direksi saja. Jangan dulu saya yang komentar. Itu bukan kewenangan saya," elak Jufri.

Demikian halnya dengan Rahmansyah. Ketika dihubungi, Minggu kemarin, ia mengaku sedang di RS dan tak bisa memberi komentar. "Saya lagi di RS, ibu saya sakit. Lain kali saja," katanya.
Meski demikian, dalam laporan audit BPKP, Rachmansyah menyebutkan bahwa penetapan PT Traya sudah melalui proses tender. "Hasil pelelangan, hanya sampai pada pemenang prekualifikasi dengan tiga pemenang. Selanjutnya dua rekanan mengundurkan diri sehingga pihak panitia mengusulkan Traya ke direksi untuk negosiasi," katanya dalam laporan hasil audit investigasi BPKP.

Pihak BPKP sendiri, melalui Kepala Bidang Investigasi BPKP, Suryo Martono mengatakan sama sekali tidak ada tender. Itu hanya rekayasa. "Ada bukti saya bilang begitu. Itu hanya direkayasa," tegasnya saat dihubungi terpisah.

Ketua Badan pengawas PDAM, Hamid Paddu juga tak mau berkomentar banyak soal ini. "Itu sekarang sudah ditangani konsultan hukum. Sudah ada pembicaraan PDAM, PT Traya, dan pemkot yang gunakan konsultan hukum. Mereka yang ikuti perkembangan. Dua tahun lalu, kami memang ada surat ke direksi sebagai rekomendasi supaya dikaji secara baik jangan sampai merugikan. Dan secara teknis, kami tak mencampuri itu. Sekarang sudah ada konsultan hukum yang kaji. Hasilnya kita belum tahu," kata Hamid.

Keanehan lain yang muncul dalam proyek ini juga diketahui setelah BPKP melakukan perimbangan harga ke Surabaya dan Palembang. Di Surabaya yang melakukan pembangunan baru untuk IPA, dengan daya produksi 2000 liter per detik ternyata investasinya hanya Rp 60 M atau rata-rata Rp 30 juta per liter per detik. Demikian hanya di Palembang yang menaikkan daya produksi 300 liter per detik, investasinya hanya Rp 9 M. Normalnya, untuk PDAM Makassar, dengan asumsi peningkatan kapasitas 200 liter per detik, itu normalnya hanya Rp 6 M.

"Saya tidak punya data pembanding seperti itu. Saya tidak bisa komentari itu," kata Hamid Paddu.

Di lain pihak, PT Traya yang disebut merancang total investasi ini, melalui Site Managernya, Suranto mengatakan harga yang ada sekarang sudah layak. "Itu tidak mahal. IPA 2 sudah tua sejak tahun 1970-an. Traya bahkan ambil resiko tinggi dengan harga tinggi. Soal perbandingan Surabaya dan Palembang, saya tidak mau komentari," katanya.

Terlalu banyak persoalan di PDAM Makassar. Tak hanya kasus dugaan korupsi dalam investasi PT Traya di IPA 2 Panaikang, sejumlah kasus lainnya juga sudah lebih awal membelit perusahaan air ini. Sangat disayangkan memang, sebab PDAM yang diharapkan bisa memberikan PAD ke pemerintah Kota Makassar, malah uangnya habis digerogoti pihak-pihak tertentu. Tak heran jika muncul nada miring bahwa pejabat yang masuk ke PDAM hanya numpang lewat. Setelah mendapatkan duit banyak, mereka pun keluar dengan berbagai persoalan.

Rangkaian kasus demi kasus bermunculan seiring semakin banyaknya keluhan masyarakat terkait pelayanan PDAM. Baik itu air keruhnya hingga sulitnya air ini mengalir di siang hari.

Ini tentu sangat memirisikan. Sebab di lain sisi, kas PDAM terus digerogoti. PDAM Makassar sudah terlalu banyak masalah. Dugaan korupsi Rp 9,3 miliar untuk asuransi juga sempat mengemuka beberapa waktu lalu. Itu kemudian disusul dengan laporan LP Sibuk ke kejaksaan soal adanya dugaan kerugian Rp 6,28 miliar, terkait biaya perjamuan tamu Direksi PDAM. Inspektorat Makassar dalam rapat verifikasi pemutakhiran data pada hari Senin 18 Juni 2007 bahkan mempublis hal ini. Dugaan kebocoran tersebut juga diperkuat oleh temuan BP-PDAM tahun 2005 hingga 2006 sebesar Rp 31 M lebih. Setelah diverifikasi jumlahnya berkurang menjadi Rp 9,4 miliar, kemudian di verifikasi ulang jumlahnya turun lagi Rp 7,3 miliar. Lalu pada verifikasi terakhir jumlah semakin menyusut Rp 6,28 miliar. Angka inilah yg diduga kuat mengarah ke tindak pidana korupsi karena digunakan untuk kepentingan pribadi.

2008 ini, hasil audit BPKP Perwakilan Sulsel juga menemukan fakta bahwa terjadi mark up pembelian meteran Rp 1,4 miliar. Itu kemudian disusul dengan temuan mark-up pembelian pipa Rp 3,8 miliar. Terakhir adalah dugaan penggelapan pajak Rp 6.578.544.794 pada 2005 dan 2006 lalu. Khusus mark-up meteran, kasusnya kini bergulir di kejaksaan tinggi Sulsel setelah dilaporkan Walikota Andi Herry Iskandar. Kita tunggu saja siapa yang bakal masuk bui.

Dengan kondisi ini, seperti halnya manusia yang sedang sakit, PDAM Makassar kini sudah akut. Tak heran jika penggerak antikorupsi, Djusman AR bermaksud melaporkan seluruh kasus ini ke KPK. Kerja-kerja kejaksaan yang dinilai tak memperlihatkan hasil membuat Djusman mengambil keputusan itu.

Sekretaris Badan Pengawas PDAM Bastian Lubis pun memberi dukungan. Kajati Mahfud Mannang sendiri berjanji serius menanganinya. Ia juga telah memerintahkan Asisten Pidana Khusus Godang Riadi Siregar membentuk tim penyidik khusus PDAM. "Saya sudah minta agar jaksa-jaksa yang terbaik yang menangani kasus itu," katanya. Mahfud juga mengusulkan kepada Aspidsus jika memang memungkinkan kasus itu segera ditingkatkan dari penyelidikan ke tahap penyidikan. "Biar prosesnya tidak terlalu lama," kata Mahfud.

Akankah nasib PDAM Makassar akan terus semenderita ini. Apakah PDAM-ku sayang akan terus bernasib malang? (amiruddin@fajar.co.id)