Meskipun
hanya berlabel uji coba atau persahabatan, sebagai warga negara, saya
selalu berharap Indonesia meraih kemenangan. Saya pikir itu harapan yang
sama sekali tak berlebihan. Sebagai rakyat, saya tentu ingin menonton
dengan sebuah kebanggaan. Bukan sekadar mendapatkan hiburan dengan
kalkulasi bisnis yang menyakitkan hati.
Makanya, beberapa jam sebelum laga uji coba melawan Filipina, saya
sudah memastikan untuk menulis. Beberapa judul telah muncul. Salah
satunya desakan mundur kepada pelatih timnas, Jacksen F Tiago jika Boaz
Solossa dan kawan-kawan jika seri apalagi kalah lagi.
Meminta Jacksen angkat kaki dari timnas jika sampai seri atau malah
kalah, saya pikir wajar. Saat menghadapi Arab Saudi, Belanda, Arsenal,
Liverpool dan Chelsea, Jacksen masih bisa banyak dalih termasuk kalah
kelas.
Tapi jika seri apalagi kalah dari Filipina, tidak ada ruang
beralasan bagi pelatih Persipura itu. Termasuk alasan ranking Filipina
yang lebih baik di kancah sepak bola dunia (Filipina 141 dan Indonesia
169).
Sebab selain main di kandang, faktanya, kualitas sepak bola dan
sejarah menempatkan Indonesia lebih di atas. Indonesia hanya pernah
kalah sekali dari Filipina yakni di turnamen Far Eastern Games,
Filipina. Pada pertandingan yang berlangsung pada Mei 1934 itu,
Indonesia yang masih menggunakan nama Hindia Belanda takluk 2-3. Setelah
itu, Filipina hampir selalu jadi bulan-bulanan. Di babak perempat final
Asian Games 1958 Indonesia menang dengan skor 5-2 atas Filipina, 6-0
pada 29 Agustus 1962, 9-0 di Kuala Lumpur pada 12 September 1962 serta
12-0 pada 22 September 1972. Pada Piala Tiger yang berlangsung 23
Desember 2002, ketika skuad Garuda bermain di Jakarta, Filipina dibantai
dengan skor 13-1. Meski belakangan timnas sepak bola Filipina jauh
lebih kuat dengan proyek naturalisasinya yang kita ikuti, tetap saja
mereka tak bisa mengalahkan Indonesia.
Alasan lain saya mempersiapkan judul, "Mundurlah Jacksen!" karena
sedikit kurang puas dengan cara pelatih asal Brasil itu dalam
mempersiapkan timnas. Pemain-pemain timnas selalu berganti. Sehingga ada
kesan kesakralan skuat timnas hilang sebab begitu mudah masuk dan
keluar dari tim ini. Data dari skuat timnas dalam tiga tahun terakhir
(tidak termasuk melawan Filipina) ada 91 pemain yang pernah mengecap
seragam Merah Putih. Di posisi kiper ada 11 pemain, bek 32 orang, pemain
tengah 35 dan striker 13 orang. Coba bandingkan dengan Spanyol atau
Jepang dalam tujuh tahun terakhir (Piala Dunia 2010-pra Piala Dunia
2014). Ini jelas jadi bukti ketidaksiapan pelatih dan ketidakbecusan
pengelolaan sepak bola di negeri ini.
Yang membuat saya makin mantap dengan judul "Mundurlah Jacksen!"
karena tidak adanya nama Sergio van Dijk dalam rilis pemain untuk
melawan Filipina. Rasanya sulit mencari alasan pembenaran untuk
hilangnya nama van Dijk. Soal kualitas, siapa yang meragukan van Dijk?
Ditambah fakta bahwa pemain Filipina berpostur lebih tinggi dari pemain
kita, maka sosok van Dijk di lini depan sangat dibutuhkan. Dan tentu
saja, jika Jacksen tetap ingin menggunakan jasa van Dijk melawan Cina
Oktober nanti, ia harus lebih sering diturunkan di laga uji coba untuk
mengasah kekompakan. Termasuk saat melawan Filipina.
Namun selain "Mundurlah Jacksen!" tentu saja, saya juga menyiapkan
judul untuk apresiasi kemenangan timnas Indonesia. Ada beberapa yang
sempat muncul, salah satunya "Ini Baru Indonesia". Maksud pemilihan
judul itu sederhana. Indonesia sebagai negeri gila sepak bola
sepantasnya berada di level tinggi. Kita punya semua potensi (kecuali
PSSI) untuk menjadi negara besar di sepak bola. Dari posisi sepak bola
sebagai olahraga yang paling digemari, jumlah rakyat yang jadi pemain
yang begitu banyak, serta "kegilaan" suporter dan penontonnya. Lalu yang
tak boleh kita lupakan, Indonesia punya sejarah bagus untuk sepak bola,
khususnya di era tahun 50-an hingga 60-an. Dan inti judul itu tentu
saja rasa kebanggaan sebagai warga negara.
Tapi melihat permainan timnas semalam, saya tak berani memakai judul
itu. Mungkin saat ini saya cukup memberi ucapan selamat saja. Selamat
untuk kemenangan perdana Jacksen, gol pertama Greg Nwokolo dan debut
Stefano Lilipaly.
Sebab saya pribadi menilai, yang dipertontonkan timnas, itu belum
memuaskan. Jika penilaian diberikan berdasarkan skor, oke kita berikan
jempol. Namun kalau berdasar kolektivitas tim dan permainan sepanjang
2x45 menit, saya pribadi kaget. Itu jauh dari ekspektasi saya.
Untungnya, kehadiran gelandang Almere City, Stefano Lilipaly bisa
sedikit menghibur. Setidaknya menghibur bagi saya. Sosok yang
mengidolakan Andreas Iniesta itu sangat cerdas di lapangan. Lihat saja
pergerakannya saat gol pembuka Greg Nwokolo. Stefano sangat pintar
mencari posisi.
Tapi ia jelas masih butuh waktu untuk beradaptasi dan mengasah kekompakan dengan pemain lain.
Namun semua tentu kembali pada penilaian Jacksen. Sebab boleh jadi,
Jacksen punya cara pandang berbeda. Sangat mungkin, di laga uji coba
selanjutnya nama-nama baru akan kembali muncul dan Lilipaly atau pemain
lain akan menghilang dari daftar. Lalu kita akan makin sulit menghafal
nama pemain timnas kita.
Barru, 15 Agustus 2013
(Ingin lebih bangga sebagai rakyat)
Selasa, 20 Agustus 2013
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Terima kasih atas kunjungan dan kritikan Anda di blog dan tulisan saya