Selasa, 20 Agustus 2013

Judul yang Gagal: "Mundurlah Jacksen!"

Meskipun hanya berlabel uji coba atau persahabatan, sebagai warga negara, saya selalu berharap Indonesia meraih kemenangan. Saya pikir itu harapan yang sama sekali tak berlebihan. Sebagai rakyat, saya tentu ingin menonton dengan sebuah kebanggaan. Bukan sekadar mendapatkan hiburan dengan kalkulasi bisnis yang menyakitkan hati.


Makanya, beberapa jam sebelum laga uji coba melawan Filipina, saya sudah memastikan untuk menulis. Beberapa judul telah muncul. Salah satunya desakan mundur kepada pelatih timnas, Jacksen F Tiago jika Boaz Solossa dan kawan-kawan jika seri apalagi kalah lagi.

Meminta Jacksen angkat kaki dari timnas jika sampai seri atau malah kalah, saya pikir wajar. Saat menghadapi Arab Saudi, Belanda, Arsenal, Liverpool dan Chelsea, Jacksen masih bisa banyak dalih termasuk kalah kelas.

Tapi jika seri apalagi kalah dari Filipina, tidak ada ruang beralasan bagi pelatih Persipura itu. Termasuk alasan ranking Filipina yang lebih baik di kancah sepak bola dunia (Filipina 141 dan Indonesia 169).

Sebab selain main di kandang, faktanya, kualitas sepak bola dan sejarah menempatkan Indonesia lebih di atas. Indonesia hanya pernah kalah sekali dari Filipina yakni di turnamen Far Eastern Games, Filipina. Pada pertandingan yang berlangsung pada Mei 1934 itu, Indonesia yang masih menggunakan nama Hindia Belanda takluk 2-3. Setelah itu, Filipina hampir selalu jadi bulan-bulanan. Di babak perempat final Asian Games 1958 Indonesia menang dengan skor 5-2 atas Filipina, 6-0 pada 29 Agustus 1962, 9-0 di Kuala Lumpur pada 12 September 1962 serta 12-0 pada 22 September 1972. Pada Piala Tiger yang berlangsung 23 Desember 2002, ketika skuad Garuda bermain di Jakarta, Filipina dibantai dengan skor 13-1. Meski belakangan timnas sepak bola Filipina jauh lebih kuat dengan proyek naturalisasinya yang kita ikuti, tetap saja mereka tak bisa mengalahkan Indonesia.

Alasan lain saya mempersiapkan judul, "Mundurlah Jacksen!" karena sedikit kurang puas dengan cara pelatih asal Brasil itu dalam mempersiapkan timnas. Pemain-pemain timnas selalu berganti. Sehingga ada kesan kesakralan skuat timnas hilang sebab begitu mudah masuk dan keluar dari tim ini. Data dari skuat timnas dalam tiga tahun terakhir (tidak termasuk melawan Filipina) ada 91 pemain yang pernah mengecap seragam Merah Putih. Di posisi kiper ada 11 pemain, bek 32 orang, pemain tengah 35 dan striker 13 orang. Coba bandingkan dengan Spanyol atau Jepang dalam tujuh tahun terakhir (Piala Dunia 2010-pra Piala Dunia 2014). Ini jelas jadi bukti ketidaksiapan pelatih dan ketidakbecusan pengelolaan sepak bola di negeri ini.

Yang membuat saya makin mantap dengan judul "Mundurlah Jacksen!" karena tidak adanya nama Sergio van Dijk dalam rilis pemain untuk melawan Filipina. Rasanya sulit mencari alasan pembenaran untuk hilangnya nama van Dijk. Soal kualitas, siapa yang meragukan van Dijk? Ditambah fakta bahwa pemain Filipina berpostur lebih tinggi dari pemain kita, maka sosok van Dijk di lini depan sangat dibutuhkan. Dan tentu saja, jika Jacksen tetap ingin menggunakan jasa van Dijk melawan Cina Oktober nanti, ia harus lebih sering diturunkan di laga uji coba untuk mengasah kekompakan. Termasuk saat melawan Filipina.

Namun selain "Mundurlah Jacksen!" tentu saja, saya juga menyiapkan judul untuk apresiasi kemenangan timnas Indonesia. Ada beberapa yang sempat muncul, salah satunya "Ini Baru Indonesia". Maksud pemilihan judul itu sederhana. Indonesia sebagai negeri gila sepak bola sepantasnya berada di level tinggi. Kita punya semua potensi (kecuali PSSI) untuk menjadi negara besar di sepak bola. Dari posisi sepak bola sebagai olahraga yang paling digemari, jumlah rakyat yang jadi pemain yang begitu banyak, serta "kegilaan" suporter dan penontonnya. Lalu yang tak boleh kita lupakan, Indonesia punya sejarah bagus untuk sepak bola, khususnya di era tahun 50-an hingga 60-an. Dan inti judul itu tentu saja rasa kebanggaan sebagai warga negara.

Tapi melihat permainan timnas semalam, saya tak berani memakai judul itu. Mungkin saat ini saya cukup memberi ucapan selamat saja. Selamat untuk kemenangan perdana Jacksen, gol pertama Greg Nwokolo dan debut Stefano Lilipaly.

Sebab saya pribadi menilai, yang dipertontonkan timnas, itu belum memuaskan. Jika penilaian diberikan berdasarkan skor, oke kita berikan jempol. Namun kalau berdasar kolektivitas tim dan permainan sepanjang 2x45 menit, saya pribadi kaget. Itu jauh dari ekspektasi saya.

Untungnya, kehadiran gelandang Almere City, Stefano Lilipaly bisa sedikit menghibur. Setidaknya menghibur bagi saya. Sosok yang mengidolakan Andreas Iniesta itu sangat cerdas di lapangan. Lihat saja pergerakannya saat gol pembuka Greg Nwokolo. Stefano sangat pintar mencari posisi.
Tapi ia jelas masih butuh waktu untuk beradaptasi dan mengasah kekompakan dengan pemain lain.

Namun semua tentu kembali pada penilaian Jacksen. Sebab boleh jadi, Jacksen punya cara pandang berbeda. Sangat mungkin, di laga uji coba selanjutnya nama-nama baru akan kembali muncul dan Lilipaly atau pemain lain akan menghilang dari daftar. Lalu kita akan makin sulit menghafal nama pemain timnas kita.

Barru, 15 Agustus 2013
(Ingin lebih bangga sebagai rakyat)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Terima kasih atas kunjungan dan kritikan Anda di blog dan tulisan saya