Sabtu, 27 Juli 2013

Bangkitlah Sepak Bola Indonesia

Ramang dan legenda sepak bola Indonesia lainnya hidup pada masa di mana sepakbola bukanlah pilihan hidup yang menjanjikan. Tapi karena cintanya pada sepak bola dan negaranya, mereka mampu memukau dunia.


Bahkan penampilan Indonesia kala menahan imbang Uni Sovyet yang diperkuat pemain hebat seperti Lev Yashin dan Igor Netto di perempat final Olimpiade Melbourne 1956
disebut FIFA sebagai salah satu penampilan paling heroik dalam sejarah sepak bola Olimpiade.

Saat itu, Indonesia menahan imbang Sovyet yang di laga sebelumnya mengalahkan juara dunia Jerman Barat dengan skor 2-1. Skuat itu pula yang menjuarai Piala Eropa pada tahun 1960.

Lalu kini, saat sepak bola sudah membuat pemainnya bisa hidup bermewah-mewah dengan gaji ratusan juta, haruskah sepak bola kita malah makin terpuruk?

Tentu kita sepakat mengatakan, tidak. Era keemasan sepak bola Indonesia dimana Tim Garuda menjadi kekuatan yang ditakuti di Asia harusnya bisa dikembalikan.

Kita tidak boleh hanya pasrah menerima nasib dan menikmati dengan tersenyum kekalahan dari klub atau negara yang secara tradisi sepak bola lebih maju dari Indonesia. Sebab negeri kita punya potensi.

FIFA pernah mencatat bahwa jumlah pemain di Indonesia sebanyak 7.094.260 orang. Angka itu menempatkan Indonesia diperingkat ke-7 pemain sepak bola terbanyak di dunia. Meski yang terdaftar di FIFA memang hanya 66.960 pemain tapi harusnya potensi ini bisa membuat sepak bola negeri ini lebih berkembang.

Lalu, di negeri kita, sejak berpuluh-puluh tahun lalu, sepak bola adalah olahraga nomor satu. Permainan ini paling populer dan dimainkan hampir di seluruh penjuru tanah air. Mulai dari sawah, tanah lapang di pegunungan yang berbatu cadas, hingga lapangan-lapangan mini di tengah-tengah kebun kelapa.

Negeri kita ini gila sepak bola. Tak hanya karena pemainnya yang begitu banyak, tapi juga karena penontonnya. Semua golongan usia menyenanginya. Jadi tidak mengherankan ketika Arsenal datang 65 ribu penonton dengan penuh gairah datang ke Stadion GBK. Lalu kemudian Liverpool pun tak ingin kalah jumlah penonton. Media melansir penonton yang menyaksikan laga Indonesia XI melawan Liverpool jumlahnya hingga 75 ribu.

Paling terakhir adalah saat BNI Indonesia All Star versus Chelsea konon ditonton 80 ribu lebih pasang mata. Ini tentu saja angka fantastis dan potensi pasar luar biasa yang bisa mendukung perkembangan sepak bola tanah air. Makanya tak salah ketika Lucas Podolski, bintang Arsenal di laman resmi situs klubnya bilang begini, “Orang-orang Indonesia gila sepakbola. Setelah pensiun nanti, Anda bisa menceritakan kisah ini kepada anak Anda bahwa Anda pernah ke Indonesia. Ini tur yang luar biasa.”

Jadi, ayolah sepak bola Indonesia, bangkitlah. Era keemasan pernah kita miliki dan untuk kembali ke sana, jalan itu masih terbuka lebar. Bersatulah wahai para pengurus sepak bola. Jauhkan sepak bola kita dari politik. Hilangkan sekat dan rivalitas karena ego individu dan kelompok.

Sepak bola ini milik rakyat. Kita ingin rakyat kembali berbangga. Kita tidak mau fans sepak bola negeri ini seperti fans tanpa negara, karena mereka begitu luar biasa.

Kalau fans bisa menyanyikan Lagu You’ll Never Walk Alone untuk Liverpool FC di GBK seperti layaknya Scouser (orang Liverpool), timnas kita bisa mendapatkan lebih dari itu. Indonesia Raya atau Garuda di Dadaku bisa lebih nyaring di GBK. Dan yakinlah, pemain kita tidak akan pernah berjalan dan berjuang sendiri.

Barru, 27 Juli 2013
(Lagu Saya “Blue Is The Colour”)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Terima kasih atas kunjungan dan kritikan Anda di blog dan tulisan saya